Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Dinsdag 10 September 2013

bila kita mencermati, dari 144 unit (kecuali yang di upgrade menjadi cc204) lokomotif-lokomotif cc201 yang pernah berdinas, ada dua nomor seri yang kini tak bisa dijumpai. Kedua lokomotif tersebut sudah tidak berdinas lagi di jalur rel Jawa maupun Sumatera. Di buku besar Alokasi Penyebaran Lokomotif PT Kereta Api (Persero). Kedua lokomotif ini juga tidak terdaftar. Bahkan sejak tahun 1982. Hilang! Musnah!
Kemana perginya kedua lokomotif milik Dipo Induk Lokomotif Yogyakarta ini? Tak jelas! Di Garden of Locomotive atau lebih sadis para railfans menyebut kuburan massal lokomotif, di Balai Yasa Pengok, Yogyakarta pun batu nisannya tidak ditemukan.  Benar-benar  menjadi misteri hinggak kini.
Tentunya beda dengan lokomotif-lokomotif cc201 yang telah dimodifikasi dan berubah menjadi cc204. Lokomotif ini masih bisa dilihat, dipotret, dan dinikmati, meski sebagai lokomotif cc204. Setidaknya bisa dibanyangkan, seperti inilah saat masih sebagai lokomotif cc201. Sementara kedua lokomotif ini benar-benar sudah hilang. Tak ada jejaknya. Maka berbahagialah para railfans yang masih menyimpan kenangan foto-foto kedua lokomotif ini. Kita hanya bisa menduga-duga apa gerangan dengan kedua lokomotif ini? Mungkinkah keduanya pulang ke negeri asalnya, Amerika Serikat dank arena sesuatu hal tak bisa kembali lagi? Atau karena factor penyebab lain?
Setelah menggali informasi kesana-kemari, ditemukanlah kisah tragisnya. Kedua lokomotif ini mengalami suatu kecelakaan yang sangat hebat, sebuah PLH (Peristiwa Luar Biasa Hebat) sehingga meluluh lantakkan kedua tubuh lokomotif ini. Itulah PLH Kebasen pada 21 Januari 1981. Kala itu KA Senja IV yang ditarik lokomotif cc201 XX jurusan Jakarta-Yogyakarta meninggalkan Stasiun Purwokerto. Ketika melintas di stasiun kecil Notog. 7km di utara Kebasen, ternyata dari arah berlawanan juga diterima isyarat bahwa KA Maja jurusan Madiun-Jakarta yang berlokomotif cc201 XY, sudah lepas dari Stasiun Kroya. Kedua kereta itu memang biasa melakukan kruis (persilangan) di Kebasen.
Petugas PPKA (pengatur Perjalanan Kereta Api) di stasiun ini segera memasang untuk menghentikan KA Maja, sebab yang berhak lewat duluan adalah KA Senja IV yang kelasnya lebih tinggi. Si Maja melaju terus, para petugas PPKA panik. Penjaga pintu perlintasan, menyalakan lampu baterai sambil berteriak-teriak.
Ditengah hujan deras, upaya seperti itu Nampak sia-sia. Petugas lain di Kebasen mengacungkan lampu merah, tapi KA Maja semakin mendekat juga. Kepala Stasiun Kebasen, juga berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan sinyal. Semua tak menolong. Orang-orang yang lelap tidur kedinginan stasiun kecil itu terjaga. Tanpa hirau KA Maja melewati Stasiun Kebasen, dipacu melawan hujan, menembus kabut. Beberapa menit berlalu. KA Senja IV keluar dari terowongan Kalijarut (Kebasen) di lereng gunung Payung. Pada saat yang hampir bersamaan, KA Maja pun menyebrangi jembatan Sungai Serayu. Sekarang kereta itu melintasi reil berliku-liku di kaki perbukitan. Ketika itu masinis KA Senja sudah menampak sorot lampu KA Maja. Tapi pandangan masinis KA Maja, terhalang oleh bukit. Kedua kereta yang masing-masing berkecepatan 50-70km/jam itu bersamaan keluar dari tikungan. Dan…..duaaaaarrrrrrr!!!!!!! sebuah ledakan terjadi persis dipinggir kali Serayu, dibawah guyuran hujan lebat. Tabrakan kereta. PLH!!!!!!!
PLH yang menimpa kedua lokomotif ini begitu hebat. Lebih hebat dari PLH Lokomotif si Donald Bebek. Membandingkan foto-foto PLH atau kecelakaan Kereta Rel Listrik (KRL) Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat pada tahun 1993. Begitu hebatnya dan KRL pun remuk tak berbentuk dengan banyak memakan korban. Seperti kedua lokomotif ini, tubuhnya hancur tak berbentuk, sampai-sampai para dokter lokomotif Balai Yasa Pengok, Yogyakarta, dengan berat hati bilang:”Kami angkat tangan, deh.”
Namun maaf jika membayangkan begini kejadiannya. Begitu evakuasi PLH Kebasen usai, kedua lokomotif diangkat paksa dan ditarik ke Balai Yasa Pengok, Yogyakarta menggunakan gerbong datar. Selanjutnya, tentu saja kedua Lokomotif ini mangkrak di Garden of Locomotive, setelah para dokter lokomotif di Balai Yasa angkat tangan. Berikutnya satu persatu organ tubuhnya yang dinilai masih dapat difungsikan dipreteli untuk dicangkokkan ke tubuh temannya yang membutuhkan, alias kanibal. Terakhir, tangan-tangan perkasa memotong-motong tubuhnya untuk dijadikan besi kiloan. Tamatlah sudah karir dan jejak kedua lokomotif ini.
Oiya……., tentuya sahabat railfans penasaran. Nomor seri berapa kedua lokomotif tersebut? Mereka adalah cc 201 33 (XX) dan cc 201 35 (XY). Lokomotif cc 201 33 mulai berdinas awal Maret 1978. Sedangkan lokomotif cc 201 35 mengawali tugas April 1978. Jadi berdinas sekitar tiga tahunan sudah langsung dikubur. Sungguh mengenaskan!

Sondag 16 Junie 2013

Kisah Kasih di Kereta Api Ekonomi (Sisi Lain) BY BAGUS DARMAWAN


Kisah Kasih di Kereta Api Ekonomi (Sisi Lain)

Beberapa tahun  yang lalu saya berkunjung ke kebumen   guna mengisi liburan sekolah  bersama ibu saya . Karena tidak ada pilihan lain, maka saya memilih menggunakan jasa kereta api. Tidak sanggup dengan tarif bisnis ataupun eksekutif, maka saya putuskan untuk memilih yang ekonomi saja kutojaya  utara tepatnya. Berangkat sekitar pukul 07.00 dari jakarta , diperkirakan tiba di kebumen  sekitar pukul 02.50 sore. Tarifnya hanya Rp28.000,-, tapi dengan resiko berdiri alias tidak mendapat tempat duduk. Kursi sudah ditempati oleh penumpang lain yang berasal dari jakarta , yang menjadi  awal keberangkatan kereta api.
Ini adalah kali keempat  kalinya saya berdiri di dalam kereta dengan tujuan yang sama. Tapi untuk yang keempat  kalinya  ini sungguh terasa berbeda dari pengalaman pertama. Sungguh ada banyak kisah menarik yang dapat diambil sisi positifnya, sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran hidup.
Mungkin bagi Anda yang pernah menggunakan kereta api ekonomi juga merasakan hal yang sama. Atmosfer kehidupan di KA ekonomi sungguh bertolak belakang dengan KA bisnis atau eksekutif yang lebih menonjolkan kasta. Tapi tidak menjadi masalah, itu adalah pilihan masing-masing. Sekarang saya hanya ingin mengisahkan bagaimana sisi lain dari kehidupan KA ekonomi. Begitu inspiratif dan memiliki kesan tersendiri bagi saya, dan mungkin juga bagi Anda.
Kegigihan
Coba kita lihat di KA ekonomi, banyaknya pedagang asongan yang hilir mudik menawarkan dagangan baik minuman, makanan hingga jasa seperti pijat. Mereka punya satu tujuan yakni mangis rejeki sebanyak mungkin. Melihat mereka silih berlalu lalang sesekali berseru “ngopi…ngopi…”, “mijon…mijon…” dan masih banyak seruan khas yang membuatku tak pernah lupan dengan KA ekonomi.
Jika dibandingkan dengan KA eksekutif atau bisnis tentu tidak akan dijumpai yang seperti ini. Satu keunikan tersendiri yang saya rasakan. Mereka bersaing dengan sehat, tidak ada perselisihan dengan pedagang yang lain. Walau bersenggolan, tapi tetap mereka saling bercanda. Sedangkan kita tahu bahwa mayoritas jenis dagangan mereka sama. Terlebih lagi usaha mereka yang tak pernah kenal lelah, memasuki setiap gerbong KA. Tidak ada bosan-bosannya menawarkan dagangan kepada penumpang. Mereka yang gigih dan giat, otomatis pendapatan juga akan jauh lebih besar. Sebaliknya jika bekerja tidak dengan sepenuh hati maka pendapatan juga tidak akan memenuhi.
Kebetulan di samping saya saat itu duduk seorang ibu penjual pecel. Kursi itu kosong karena penumpangnya sudah turun lebih dulu. Lalu saya tanyakan, “Ibu gak jualan lagi?”. “Sudah habis Mas” jawabnya. Saya turut senang juga, jelas sekali tergambarkan raut bahagia di wajah ibu itu. Ternyata beliau mengungkapkan rahasianya, bahwa pekerjaan seperti ini tidak boleh kenal yang namanya MALAS. Kalau sudah terjangkit dengan penyakit itu, maka mereka harus terima jika daganganya tidak laku. Karena kesempatan akan selalu ada di setiap tempat (gerbong) tanpa di duga-duga. “Mungkin pertamanya gak mau beli mas, tapi belum tentu berikutnya gak mau” tegasnya.
Kekeluargaan
Sebelum saya masuk ke stasiun saya sempatkan untuk menukar uang diwaarung , kebetulan pecahannya 100ribuan. Maksud saya mengantisipasi kalau saya kelaparan di dalam kereta, karena memang saya belum makan saat itu. Sialnya saya benar-benar merasa lapar dan ingin membeli makanan. Tapi karena pecahan uang yang besar, pedagang tidak punya kembalian. Terpaksa saya harus menahan lapar sampai di kebumen .
Tepat di seberang saya duduk, ada seseorang yang berasal dari jakarta dengan tujuan yang sama. Saya lupa menanyakan nama beliau, tapi dari yang saya tahu dia adalah TKI yang berasal dari Mesir yang baru saja dipulangkan tapi berniat ingin kembali lagi. Kerabatnyapun juga banyak yang tinggal di Mesir, baik kerja maupun bersekolah.
Beliaulah yang tanpa diduga menawarkan saya P*P MIE panas kepada saya seharga Rp 5.000,-. Saya kaget, ternyata beliau memperhatikan saya sejak tadi. Karena memang merasa lapar, saya lahap saja mie itu tanpa ragu dan malu, anggap saja mereka adalah keluarga. Sangat disayangan pada saat itu Ia tertidur dan tak sempat menanyakan perihalnya lebih dalam. Itulah salah satu nuansa kekeluargaan yang saya rasakan.
Kesabaran
Sabar adalah yang harus dimiliki oleh setiap penumpang yang menggunakan KA ekonomi. Sebab jika tidak, maka hipertensi akan dengan mudah menjangkit. Dapat dikatakan bahwa KA ekonomi punya banyak pemicu amarah. Mulai dari membeli tiket harus antri, menunggu KA, manaiki KA dengan berdesakan, berebut tempat kosong untuk duduk dan masih banyak lagi.
Mereka yang harus banyak bersabar adalah yang tak ke bagian tempat duduk. Harus berdiri sekian lama hingga berjam-jam karena di dalam tiket sudah tertulis “tanpa tempat duduk”. Selian capek, juga pastinya akan dirishkan dengan lalu lalang pedagang. Baru saja duduk, harus bediri karena pedagang mau lewat. Seperti yang saya rasakan sebelum akhirnya mendapat tempat duduk. Tidak sampai  5 menit duduk harus berdiri kembali, jika tidak maka siap saja menanggung reikoanya bertatapan dengan bokong pedagang.
Tidak jarang juga sebagian rela duduk, tidur pasrah jika dilangkahi oleh pedagang. Begitupun juga dengan mereka yang alergi dengan asap rokok harus bersabar dan menutup mulut serta hidung jika tidak mau menghirupnya. Karena pada dasarnya tidak ada larangan merokok di gerbong KA.  Ini sudah menjadi kebiasaan bagi mereka yang acap kali mengendari KA ekonomi. Masih banyak lagi contoh lain, tapi yang paling teringat inilah yang berhasil saya tuliskan.
Mungkin demikian dari pengalaman saya yang keempat kalinya ini menumpangi KA ekonomi. Mungkin juga tidak hanya ada tiga poin penting itu yang bisa menjadi pembeljaran kita semua. Jika ada yang beranggapan bawah KA ekonomi tidak bersahabat, maka itu tidak sepenuhnya benar.
Jika ada positif dalam bepikir dan betindak maka di sekeliling Anda juga akan mendukung demikian. Diluar dari fenomena pencopetan, gendam, dan penipuan itu tergantung dari diri sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjaga diri dan tidak menonjolkan hal-hal menarik mereka berbuat yang tidak terpuji kepada kita.
Di KA Ekonomi, kita berbaur dari keragaman baik suku, agama, ras dan budaya. Semua bisa berbagi melalui diskusi-diskusi kecil seperti yang saya lakukan dengan salah seorang warga kroya  yang mitra kerjanya ada di Timur Leste. Dari diskusi ringan akhirnya sedikit menambah pengetahuan kita satu sama lain dari sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Ya, itulah sekelumit kisah kasih di KA ekonomi yang bisa saya tulis dan sajikan buat pembaca sekalian. Dengan satu tujuan, bahwa KA ekonomi tidak selamanya dalam sisi keburukan. Ada sisi lain yang lebih mengesankan dan dapat menjadi pelajaran hidup di masa datang.

Woensdag 20 Maart 2013

Revitalisasi Stasiun Purworejo

Revitalisasi Stasiun Purworejo

 

Stasiun Purworejo yang terletak di wilayah DAOP 5 Purwokerto ini termasuk salah satu Stasiun Cagar Budaya yang ditetapkan  oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah dengan nomer inventarisasi 11-06/PWO/TB/36. Terletak di Jl. Mayjend Sutoyo Purworejo, Stasiun ini juga merupakan salah satu stasiun terminus atau stasiun akhir yang terletak di ujung timur lintas DAOP 5 Purwokerto.
Stasiun ini dibangun oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatsspoorwagen (SS), Stasiun Purworejo adalah merupakan warisan peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1887. Pemerintah Kolonial Belanda saat itu sengaja membangun rel kereta api sepanjang 12 KM dari Stasiun Besar Kutoarjo ke arah Stasiun Purworejo, diperkirakan awalnya hanya dibangun rel saja namun seiring perkembangannya, jalur itu semakin ramai sehingga pada tanggal 20 Juli 1887 dibangunlah Stasiun Purworejo.
img_8739_resize
Tampak samping Stasiun Purworejo, terlihat papan penetapan Stasiun Purworejo sebagai Stasiun Cagar Budaya yang dilindungi oleh UU Cagar Budaya no. 11 tahun 2010.
Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada tahun 2011 ini melalukan revitalisasi Stasiun Purworejo, revitalisasi ini bertujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan benda cagar budaya  agar menjadi bangunan yang lebih baik lagi dari segi fisik bangunan maupun dari fungsi utamanya. Dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komersial dan wisata sejarah.
Jumat (09/12) EVP Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT. KAI Ella Ubaidi didampingi EVP DAOP 6 Yogyakarta Bambang Eko Martono dan VP DAOP 5 Purwokerto Sinung Tri Nugroho melakukan peninjauan ke Stasiun Purworejo, peninjauan ini dalam rangka melihat proses revitalisasi Stasiun Purworejo yang sudah memasuki tahap akhir.
img_8734_resize
EVP Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT. KAI Ella Ubaidi (Kanan) dan VP PT.KAI DAOP 5 PWT Sinung Tri Nugroho (Kiri) melihat kondisi salah satu ruangan di Stasiun Purworejo.
Sejumlah penggantian dan perawatan ornamen asli dilakukan, dan proses tersebut harus sesuai dengan kaidah preservasi yang sudah ada.
oornamen atap_resize
Ornamen atap Stasiun Purworejo.

ornamen pintu_resize
Pintu dan jendela yang sudah dilakukan perawatan, kedua ornamen ini merupakan ornamen asli Stasiun Purworejo
Proses revitalisasi Stasiun Purworejo yang sudah memasuki tahap akhir ini direncakanakan akan selesai pada bulan Desember 2011. Selain sebagai stasiun cagar budaya, Stasiun Purworejo juga masih tetap berfungsi layaknya Stasiun pada umumnya, di Stasiun ini melayani penjualan tiket kereta api dengan sistem online.
img_8788_resize
EVP Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI Ella Ubaidi (tengah) didampingi EVP PT KAI DAOP 6 YK Bambang Eko Martono (ke empat dari kiri) dan VP PT. KAI DAOP 5 PWT  Sinung Tri Nugroho (ke empat kanan) beserta jajaran berfoto bersama di emplasemen Stasiun Purworejo.

Museum Ambarawa akan Jadi Museum Kereta Terbesar se-Asia Tenggara

museum-ambarawa

Museum Ambarawa akan Jadi Museum Kereta Terbesar se-Asia Tenggara

 

Museum Ambarawa (sumber: republika)
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Museum Ambarawa direnovasi untuk dijadikan sebagai museum yang benar dan diharapkan museum tersebut menjadi museum kereta api terbesar di Asia Tenggara.

Hal itu dikemukakan Kasubdit Non Bangunan Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI (Persero) Trenggono Adi pada wartawan, di sela-sela pameran pelestarian benda cagar budaya PT KAI di Benteng Vredeburg Yogyakarta yang berlangsung 4-10 April.

Ambarawa dijadikan museum kereta api karena memang sejak zaman Belanda sudah ada kereta api dan lokomotif di sana. Di samping itu lahannya sudah ada dan cukup luas. ''Ini merupakan kepedulian PT kereta api terhadap heritage, sejarah sesuai dengan amanat UU Cagar Budaya,' 'ungkap dia .

Untuk renovasi museum Ambarawa dan pengumpulan benda-benda cagar budaya sekarang sedang berjalan dan diharapkan  tahun 2013 selesai. Sebelumnya museum Ambarawa hanya sebagai tepat penyimpanan kereta api. Di museum Ambarawa ini ada cukup banyak koleksi lokomotif uap . Yang menarik lainnya dari Ambarawa adalah dulu menjadi Pusat Militer dan perkebunan.

Renovasi tersebut dilakukan oleh Unit Pelestarian dan Benda Bersejarah PT Kereta Api Indonesia yang baru berdiri tahun 2009. karena direksi melihat di PT KAI banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan sejarah. agar dalam pengelolaannya tidak campur aduk dengan opraasional, maka dibentuk unit sendiri.

Selain Museum Ambarawa,  PT KAI sudah melakukan renovasi  Stasiun Kereta Api Tanjung Priok sehingga bangunannya tampak bagus sekali, hanya lokasinya kurang mendukung. Di samping itu juga telah dilakukan renovasi Stasiun Kereta Api Lawang Sewu.

''Bagaimana pun juga informasi sejarah dan sebagainya bisa menjadi penyemangat generasi muda,''kata Adi. Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah  juga berupaya  menghidupkan kembali lokomotif uap  (Lok uap). Saat ini  ada empat buah yakni dua di Ambarawa, satu di Sawahlunto dan satu Lok uap Jaladara di Solo.

Dinsdag 19 Maart 2013

Menelusuri Bandung - Cianjur - Lampegan dengan Lori Wisata

Menelusuri Bandung - Cianjur - Lampegan dengan Lori Wisata

 

lpg1_resize
EVP Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT. KAI Ella Ubaidi (ketiga dari kanan) bersama dengan rombongan Kedutaan  Besar Belanda Doryn Wytema (pertama kanan) dan dari Erasmus Huis Bob Wardhana (pertama kiri) di dalam KA Argo Parahyangan sesaat sebelum berangkat menuju Bandung.
Jalur kereta api dari Jakarta menuju Bandung mengingatkan kita akan peristiwa sejarah yang terjalin antara Belanda dan Indonesia. Peninggalan kolonial ini, seperti: rel, stasiun, jembatan, terowongan, rumah dinas, bahkan gudang penyimpanannya menyisakan suatu kisah sejarah yang bergelora pada masa itu. Bangunan dan jalur perkeretapiaan ini dapat dijadikan wisata sejarah yang memikat. Maka dari itu, Unit Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI (Persero) menjalin kerja sama dengan Kedutaan Belanda dan Erasmus Huis untuk memperkenalkan pariwisata di daerah tersebut, serta kedepannya akan menyelenggarakan pameran di Belanda mengenai perkeretaapian di Indonesia. Pada tanggal 20 – 21 Februari 2012, PT. KAI menjalankan progam wisata sejarah dan budaya bersama pihak Kedutaan Belanda serta Erasmus Huis yang berlangsung di Bandung, Cianjur, Lampegan dan Gunung Padang.
Perjalanan dimulai dari Jakarta dengan menggunakan kereta api Argo Parahyangan menyusuri jalur antara Jakarta - Purwakarta - Bandung yang dibangun tahun 1900 oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staats Spoorwegen. jembatan Cibisoro, jembatan Cisomang, jembatan Cikubang, terowongan Sasaksaat, serta stasiun dan bangunan pendukung yang masih asli merupakan beberapa bangunan bersejarah yang terdapat di lintas ini, pemandangan pegunungan dan lintas yang berkelok-kelok menambah ragam keindahan yang dapat dinikmati.
Setelah tiba di Bandung, rombongan mengunjungi areal Graha Parahyangan yang dahulu digunakan sebagai rumah dinas pejabat kereta api, kini berfungsi sebagai gallery dan museum. Gallery dan museum ini menampilkan beberapa koleksi dan informasi perkeretaapian yang digunakan pada masa lalu.
lpg3_resize
VP Bangunan Heritage PT. KAI Bidjak Filsadjati yang menemani selama kunjungan berlangsung sedang menerangkan kegunaan dari salah satu alat hitung yang dipamerkan di Museum Kereta Api Graha Parahyangan.
Keesokan harinya (21/02), rombongan mengunjungi bunker arsip yang terdapat di Kantor Pusat PT. KAI, dalam kesempatan ini perwakilan dari Erasmus Huis Bob Wardhana terkesan terhadap arsip-arsip milik PT. KAI yang masih ada dan tersimpan dengan baik, kedepannya akan dilakukan kerjasama antara PT. KAI dengan Erasmus Huis mengenai pendataan arsip yang semuanya menggunakan berbahasa Belanda.
lpn4_resize
VP Non Bangunan PT. KAI Trenggono Adi (kanan) menjelaskan tentang peta dan arsip lama yang terdapat di bunker arsip kantor pusat PT. KAI Bandung.
Setelah mengunjungi bunker arsip dan Kantor Pusat PT. KAI, rombongan memulai perjalanan dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Cianjur dengan menggunakan kereta lori. Panorama alam yang memukau, sawah-sawah membentang luas, lembah hijau, pegunungan menjulang dan gemiricik sungai yang mengalir di bawah jembatan, dapat dinikmati di sepanjang perjalanan. Beberapa stasiun-stasiun kecil yang masih terjaga bentuk aslinya dilewati lintasan kereta ini.
lpn5_resize
Lori berkapasitas 12 orang yang digunakan untuk wisata Bandung - Cianjur - Lampegan.

lpg6_resize
Pemandangan Sungai Citarum yang merupakan salah sungai purba di Jawa Barat serta jembatan kereta api yang dilewati lori wisata.
Stasiun dan terowongan Lampegan menjadi destinasi selanjutnya. Terlihat beberapa turis asing dan lokal yang berkunjung untuk melihat stasiun dan terowongan ini. Terowongan Lampegan dibangun melalui bukit kapur. Terowongan Lampegan yang dibangun pada tahun 1879-1882, direnovasi pada tahun 2010 karena terowongan ini pernah runtuh.
lpn8_resize
Terowongan Lampegan yang menjadi salah satu tujuan wisata, terowongan ini dibangun pada tahun 1879 sampai dengan 1882 oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatspoorwegen (SS).
Salah satu tempat wisata menarik yang berada di dekat Stasiun Lampegan yaitu situs Megalitik Gunung Padang. Perjalanan menuju situs Gunung Padang dapat dilalui dengan kendaraan roda empat. Untuk sampai di situs, pendakian dilalui dengan jalur tangga yang baru. Jajaran batu yang tersusun indah, berupa punden berundak ini, dahulu digunakan sebagai tempat peribadatan.
lpg9_resize
Obyek Wisata Megalitik Gunung Pandang yang berlokasi tak jauh dari Stasiun Lampegan.

lpg7_resize
Rombongan sedang dijelaskan tentang obyek wisata megalitik Gunung Pandang oleh pemandu wisata.
Jalur kereta api antara Cianjur - Lampegan ini sudah selesai diperbaiki, namun belum diaktifkan karena masih ada beberapa kekurangan, kedepannya jalur ini akan dikembangkan sebagai jalur wisata dari Bandung - Cianjur - Lampegan - Sukabumi.
lpn7_resize
Rombongan lori wisata yang terdiri dari Unit Heritage PT. KAI, PT. KAI DAOP 2 BD, Kedutaan Belanda, Erasmus Huis, dan Planologi ITB Bandung berfoto bersama di depan Stasiun Cianjur.

Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian


 Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian

Provinsi Jawa Tengah, khususnya kota Semarang menjadi penting dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Pembangunan sistem perkeretaapian pertama oleh Hindia Belanda dimulai dari kota ini yaitu stasiun Samarang NIS sampai dengan desa Tanggung sepanjang 26 Km. Peresmian dilakukan dengan pencangkulan pertama oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr LAJ Baron Sloet van den Beele pada hari Jumat 17 Juni 1864. Setelah selesai, jalur lintas kereta api ini dioperasikan untuk memenuhi keperluan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Pembangunan jalur rel kereta api pertama ini dilakukan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM), dibawah pimpinan Ir JP de Bordes.
Pembangunan jalur jalan rel untuk kereta api tersebut kemudian dilanjutkan oleh perusahaan-perusahaan lain dari negeri Belanda baik di Jawa, Sumatra dan Sulawesi hingga menjadi sebuah jaringan yang utuh seperti yang dapat dilihat sekarang ini. Namun sayang beberapa jalur kereta api tersebut saat ini sudah ditutup dan hanya tersisa bekas-bekas dan kenangan bahwa pada masa lalu terdapat jalur kereta api di wilayah tersebut.
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) berinisiatif untuk membuka kembali beberapa jalur bersejarah dan memiliki keunikan tersendiri untuk dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan akan datang dalam bentuk pariwisata sejarah perkeretaapian Indonesia. Pariwisata ini lebih difokuskan pada penyampaian pesan-pesan moral bahwa hilangnya suatu sistem pada suatu kawasan maka akan berpengaruh pada nilai sosial dan budaya masyarakat.
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) memotivasi masyarakat untuk selalu memelihara dan melindungi Benda Cagar Budaya yang merupakan aset bangsa ini agar proses pengembangan budaya dan sosial dalam suatu kawasan dapat berkesinambungan.

Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian, antara lain :

Ikon Kereta Wisata Deskripsi Jalur Wisata
spoor_ambarawa_icon
Ambarawa
Kereta wisata Ambarawa (Jawa Tengah) ditarik lokomotif uap bergigi B25 02 atau B25 03 yang menarik 2 (dua) kereta penumpang berdinding kayu. Di dinding kereta penumpang tidak ada kaca jendela sehingga penumpang dapat menikmati semilir angin nan sejuk dan indahnya pemandangan selama 2 (dua) jam perjalanan
Ambarawa - Bedono (9 km)
dan
Ambarawa - Tuntang (10 km)
makitam_icon
Kereta Wisata Danau Singkarak dan Mak Itam
Kereta wisata Padang Panjang - Sawah Lunto yang melintasi Danau Singkarak menjadi salah satu pemandangan menarik yang disuguhkan dalam perjalanan ini, dan juga Kereta wisata "Mak Itam" dengan lokomotif uap E10 60 yang menarik kereta penumpang berdinding kayu. Yang membuat sensasi luar biasa dan nostalgia adalah ketika kereta wisata ini memasuki terowongan Lubang Kalam dengan diiringi asap dan lengkingan suara dari lokomotif uap
Padang Panjang - Sawahlunto - Muara Kalaban (9 km)
jaladara_icon
Jaladara
Kereta Wisata Jaladara ditarik lokomotif uap C12 18 akan melewati Jalan Slamet Riyadi, jalan utama kota Solo (Jawa Tengah), dan akan singgah di beberapa  tempat perhentian dalam satu trip pulang pergi, diantaranya industri kreatif di Solo yaitu industri batik di Kampung Laweyan, Loji Gandrung, keraton Solo dan lain-lain. Selain itu penumpang dapat merasakan sensasi naik kereta uap kuno di tengah kota
Purwosari - Solo Kota (6 km)
lori1
Lori Wisata Kaliraga Berkereta Api menikmati Wisata Alam, Budaya, dan Sejarah Nusantara menggunakan Lori Wisata Kaliraga (Kalibaru - Mrawan - Garahan), menikmati keindahan panorama alam pegunungan dan kebun kopi. Kalibaru - Mrawan - Garahan (15km)
218126_217397741607450_100000116760730_1006282_501126_n
Wisata Kereta Api Tanjung Priuk - Jakarta Kota. Perjalanan wisata  menyusuri jalur kereta api yang mempunyai jalur elektrifikasi pertama di Indonesian yaitu dari Tanjung Priuk sampai dengan Master Cornelis (Jatinegara) serta menikmati keindahan arsitektur bangunan cagar budaya perkeretaapian Indonesia. Jakarta Kota - Jatinegara -Tanjung Priuk (30 km).
slidemedan1 North Sumatra Vintage Memories Perjalanan wisata menikmati keindahan jalur kereta api peninggalan Deli Spoorweg Maatschapijj, jalur kereta api eksotik di utara pulau Sumatra. Dengan lokomotif diesel hidrolik yang masih terawat hingga kini, dan juga menggunakan kereta wisata maupun reguler menjadi satu perjalanan menembus sejarah kejayaan kereta api ranah Medan. Medan - Belawan - Siantar - Tebing Tinggi

Sejarah Kereta Api Indonesia

SEJARAH PERKERETAAPIAN INDONESIA

Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Semarang, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, LAJ Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV NISM) yang dipimpin oleh JP de Bordes dari Samarang menuju desa Tanggung (26 kilometer) dengan lebar sepur 1435 milimeter. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum hari Sabtu, 10 Agustus 1867.

Perkeretaapian di Indonesia adalah negara kedua di Asia (setelah India) yang mempunyai jaringan kereta api tertua. Cina dan Jepang baru menyusul kemudian. Setelah Tanam Paksa (1830-1850), hasil pertanian di Jawa tidak lagi sekadar untuk memenuhi kebutuhan sendiri tapi juga untuk pasar internasional. Karena itu diperlukan sarana transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan. Yang ada waktu itu hanya Jalan Raya Pos yang dirasa sudah tidak memadai lagi, sehingga muncul gagasan untuk membangun jalan kereta api. Namun, tidak semua orang setuju dengan rencana itu. Ada sebagian pihak yang berpendapat volume produk masih terlalu sedikit, sehingga tidak efisien apabila diangkut dengan kereta api, sementara jumlah penumpang, kalaupun ada, diperkirakan akan sangat sedikit. Di masa itu orang Jawa dianggap sebagai bangsa yang tidak suka bepergian jauh, sedangkan orang Eropa yang diharapkan paling-paling hanyalah para pegawai negeri.

Muncul pula perdebatan tentang peran yang sebaiknya dimainkan pemerintah dalam pengembangan perkeretaapian di Hindia Belanda. Pihak yang menentang keterlibatan langsung pemerintah berpendapat, bahwa dana untuk membangun jalan rel sebaiknya dipakai untuk hal-hal yang lebih penting dan mendesak, sebaiknya mereka yang menentang keterlibatan swasta merasa, bahwa jalan kereta api mempunyai nilai strategis, sehingga resikonya terlalu besar apabila diserahkan pada swasta. Perdebatan bahkan muncul tentang tenaga penggerak. Menteri Urusan Jajahan JC Baud, misalnya, mengusulkan pembangunan jalan rel dengan kerbau atau kuda sebagai penarik kereta.

Baru pada tahun 1862 disetujui rencana pembangunan jalan kereta api pertama di Jawa, yaitu jalur Semarang-Vorstelanden (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta yang ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi sekaligus juga paling sulit dijangkau), dan jalur antara Batavia (Jakarta) – Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia Belanda dan daerah penghasil teh dan kopi.
Kedua jalur ini dibangun dari sebuah perusahaan swasta, yaitu Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatschappj (NIS). Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang akan diberikan, maka pada hari Jumat tanggal 7 Juni 1864 di Kota Semarang diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai pencangkulan tanah pertama yang dilakukan oleh JAJ Baron Sloet van den Beele (Subarkah, 1987, halaman 3). Berbagai masalah mewarnai pembangunan jalan rel ini, baik yang berupa hambatan kondisi alam yang sulit maupun masalah keuangan, silih berganti muncul. 

Meski demikian pada 10 Agustus 1867 jalan kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari Samarang sampai ke Tangoeng (sekarang Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Tapi bukan berarti kesulitan telah bisa diatasi. Bahkan tidak lama kemudian pekerjaan terpaksa dihentikan, karena Algemene Maatschappj voor Handel en Nijverheld Amsetrdam, pemegang saham utama NIS, mengalami kesulitan keuangan dan nyaris bangkrut. Pembangunan baru bisa dilanjutkan lagi setelah pemerintah turun tangan memberikan pinjaman lunak. 
Stasiun pertama NIS di Semarang berada di Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun Samarang di dekat Pelabuhan Semarang. Stasiun Tambaksari ini adalah stasiun ujung, atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Tambaksari dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di Tawang. Sebagian bangunan stasiun Tambaksari masih dipakai untuk gudang, sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang.
Kedua jalur ini dibangun dari sebuah perusahaan swasta, yaitu Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatschappj (NIS). Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang akan diberikan, maka pada hari Jumat tanggal 7 Juni 1864 di Kota Semarang diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai pencangkulan tanah pertama yang dilakukan oleh JAJ Baron Sloet van den Beele (Subarkah, 1987, halaman 3). Berbagai masalah mewarnai pembangunan jalan rel ini, baik yang berupa hambatan kondisi alam yang sulit maupun masalah keuangan, silih berganti muncul. 

Meski demikian pada 10 Agustus 1867 jalan kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari Samarang sampai ke Tangoeng (sekarang Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Tapi bukan berarti kesulitan telah bisa diatasi. Bahkan tidak lama kemudian pekerjaan terpaksa dihentikan, karena Algemene Maatschappj voor Handel en Nijverheld Amsetrdam, pemegang saham utama NIS, mengalami kesulitan keuangan dan nyaris bangkrut. Pembangunan baru bisa dilanjutkan lagi setelah pemerintah turun tangan memberikan pinjaman lunak. 

Stasiun pertama NIS di Semarang berada di Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun Samarang di dekat Pelabuhan Semarang. Stasiun Tambaksari ini adalah stasiun ujung, atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Tambaksari dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di Tawang. Sebagian bangunan stasiun Tambaksari masih dipakai untuk gudang, sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang.

Dengan berbagai masalah yang timbul, akhirnya pada 10 Februari 1870 selesailah jalur sampai ke Solo, setahun kemudian pembangunan jalan rel telah sampai ke Yogyakarta. Akhirnya, pada 21 Mei 1873 jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta, termasuk cabang Kedungjati-Willem I (Ambarawa) diresmikan pemakainnya. Pada tahun itu selesai pula alur Batavia-Buitenzorg.
Melihat besarnya kesulitan yang dihadapi NIS, tidak ada investor yang tertarik untuk membangun jalan kereta api. Terpaksa pemerintah terjun langsung. Pemerintah mendirikan perusahaan Staat Spoorwagen (SS). Jalur rel pertama yang di bangun oleh SS adalah antara Surabaya-Pasuruan sepanjang 115 kilometer yang diresmikan pada 16 Mei 1878.
Setelah NIS maupun SS kemudian terbukti mampu meraih laba, bermunculan belasan perusahaan-perusahaan kereta api swasta besar maupun kecil. Umumnya mereka membangun jalan rel ringan atau tramwagen yang biaya pembangunannya lebih murah. Tramwagen biasanya di bangun di sisi jalan raya. Dan karena konstruksinya yang ringan, kecepatan kereta api tidak bisa lebih dari 35 kilometer per jam. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut yang mempunyai jaringan terpanjang adalah Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) sepanjang 417 kilometer dan Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) sepanjang 373 kilometer. Yang terpendek adalah Poerwodadi-Goendih Stoomtram Maatschappj (PGSM) yang hanya mempunyai jaringan sepanjang 17 kilometer.

Keberhasilan swasta, NV NISM membangun jalan KA antara Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 kilometer), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864-1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 kilometer, tahun 1870 menjadi 110 kilometer, tahun 1880 mencapai 405 kilometer, tahun 1890 menjadi 1427 kilometer dan pada tahun 1900 menjadi 3338 kilometer.

Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), (1914). Bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 kilometer antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923. Sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA rute Pontianak-Sambas (220 kilometer) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.

Rel kereta api pertama kali diletakkan di bumi Sumatera Utara oleh Perusahaan Kereta Api Swasta Belanda yang bernama Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) di tahun 1883 yang menghubungkan Kota Medan dan Labuan (laboean) yang merupakan cikal bakal jalur kereta api Medan-Belawan.

Sejak dulunya Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan utama Sumatera Utara untuk membawa hasil bumi seperti tembakau ke luar negeri. Dulu, Labuan merupakan sentral keramaian, bahkan sebelum kota Medan berdiri. Pelabuhan Labuan di Sungai Deli inilah yang menjadi pusat perdagangan, transportasi dan bongkar muat barang perkebunan (khususnya tembakau) di Sumatera bagian Timur, akan tetapi karena Labuan seringkali kebanjiran dan tidak mampu mengakomodasi kapal-kapal uap besar maka transportasi usaha perkebunan mulai dikonsentrasikan ke Pelabuhan Belawan

Sejak dulunya Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan utama Sumatera Utara untuk membawa hasil bumi seperti tembakau ke luar negeri. Dulu, Labuan merupakan sentral keramaian, bahkan sebelum kota Medan berdiri. Pelabuhan Labuan di Sungai Deli inilah yang menjadi pusat perdagangan, transportasi dan bongkar muat barang perkebunan (khususnya tembakau) di Sumatera bagian Timur, akan tetapi karena Labuan seringkali kebanjiran dan tidak mampu mengakomodasi kapal-kapal uap besar maka transportasi usaha perkebunan mulai dikonsentrasikan ke Pelabuhan Belawan.

Jalur kereta api Medan-Belawan yang berjarak sekitar 21 kilometer, pada saat itu memiliki beberapa stasiun, yaitu Stasiun Medan – Gloegoer – Poeloebraijan – Mabar – Titi Papan – Kampong Besar – Laboean – Belawan – Pasar Belawan – dan Pelabuhan Belawan (Oceaanhaven I – II dan III).

Akan tetapi seiring perkembangan waktu, bertambahnya transportasi jalan raya dan berkurangnya tingkat okupansi penumpang, maka pada saat ini Jalur Medan-Belawan tidak lagi digunakan untuk mengangkut penumpang, melainkan hanya digunakan hanya untuk jalur KA Barang saja, yakni KA Barang pengangkut CPO (Crude Palm Oil), PKO (Palm Kernel Oil), getah karet (lateks), BBM dan pupuk. Dulu, saking ramainya jalur Medan-Belawan ini dilayani oleh double track (triple track dari Medan-Pulubrayan dan double track dari Pulubrayan-Belawan). Sekarang sisa satu track, tinggal bekas-bekasnya yang berserakan di beberapa lokasi. Stasiun KA yang saat ini masih digunakan pun tidak lagi sebanyak pada zaman DSM masih berjaya.

Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6811 kilometer. Tetapi, pada tahun 1950, panjangnya berkurang menjadi 5910 kilometer, kurang lebih 901 kilometer raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pemerintahan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.

Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1067 milimeter; 750 milimeter (di Aceh) dan 600 milimeter di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pemerintahan Jepang (1942-1943) sepanjang 473 kilometer, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 kilometer antara Bayah - Cikara dan 220 kilometer antara Muaro-Pekanbaru.

Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27500 orang, 25000 di antaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro-Pekanbaru.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia.

Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) namanya diubah sejak tanggal 15 September 1971 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tanggal 2 Januari 1991, PJKA diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan sejak tanggal 1 Juni 1999 menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Meskipun jalur Semarang-Tanggung, baru diresmikan pada 10 Agustus 1867, pada tahun 1863, NIS telah memesan dua buah lokomotif dari Pabrik Borsig di Berlin, Jerman. Kedua lokomotif itu dirancang untuk nantinya melayani jalur antara Kedungjati dan Willem I (Ambarawa) yang di beberapa tempat mempunyai kemiringan sampai 2,8 persen.

Ketika itu lokomotif buatan Borsig banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan kereta api di Belanda. Setahun kemudian dua lokomotif dikirim ke Semarang, tapi baru pada 22 Juni 1865 mulai dioperasikan, masing-masing dengan nomor seri NIS 1 dan NIS 2. Karena jalur kereta api pada saat itu baru dalam tahap pembangunan, NIS 1 dan NIS 2 dimanfaatkan untuk mempercepat pemasangan rel, sekaligus untuk melatih petugas yang akan mengoperasikan dan memelihara lokomotif-lokomotif tersebut.

Sementara itu kedatangan lokomotif uap tersebut disambut masyarakat dengan rasa kagum tapi sekaligus tajut. Seperti dikatakan Liem Thian Joe dalam buku ’Riwayat Semarang’ (1933), 'Publiek Priboemi dan Tionghoa pertjaja, itoe kepala spoor didjalanken dengan kekoeatan ........ setan'. Pada akhir 1866, empat lokomotif buatan Beyer Peacock, Manchester, Inggris itu tiba di Semarang dan diberi nomor seri NIS 3-6. selain nomor seri keempat lokomotif itu mendapatkan nama, masing-masing ’JP de Bordes’ (nama seorang pejabat NIS), ’Merapi’, ’Merbaboe’ dan ’Lawoe’. Nama-nama tersebut pada satu sisi ditulis dalam aksara latin, pada sisi lain dalam aksara Jawa. Namun penggunaan keempat lokmotif secara resmi baru pada 10 Agustus 1867, bersamaan dengan pembukaan jalur Semarang-Tanggung.

Saat itu seluruh jalur kereta api di Indonesia mempunyai lebar sepur (jarak antara rel) 1067 milimeter (kecuali di Aceh yang menggunakan lebar sepur 750 milimeter). Namun jalan rel yang pertama di Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta melalui Solo, tadinya mempunyai lebar sepur 1435 milimeter (4 kaki 8 inchi), sama dengan lebar sepur standar di Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Melihat kesulitan yang dihadapi ketika membangun jalan rel pertama itu, pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1869 meminta JA Kool and NH Henket untuk membuat studi tentang lebar sepur yang sesuai untuk Jawa. Kool dan Henket melaporkan bahwa dari segi teknis maupun ekonomis lebar sepur 1067 milimeter (3 kaki 6 inchi) milimeter lebih sesuai untuk topografi Jawa yang berbukit-bukit. Karena itu pemerintah Hindia Belanda kemudian menetapkan bahwa harus digunakan lebar sepur 1067 milimeter untuk semua jaringan baru.

Jalan rel dengan lebar sepur 1067 milimeter yang pertama kali dibangun adalah jalur Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) yang diresmikan pada 31 Januari 1873. jalur ini semula milik NIS, tapi kemudian dibeli SS. NIS sendiri ketika membangun jalan rel Semarang-Surabaya, melalui Gundih, Cepu dan Bojonegoro, tidak lagi memakai lebar sepur 1435 milimeter, tapi menggunakan lebar sepur 1067 milimeter. Saat itu seluruh jalur kereta api di Indonesia mempunyai lebar sepur (jarak antara rel) 1067 milimeter (kecuali di Aceh yang menggunakan lebar sepur 750 milimeter). Namun jalan rel yang pertama di Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta melalui Solo, tadinya mempunyai lebar sepur 1435 milimeter (4 kaki 8 inchi), sama dengan lebar sepur standar di Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Sampai invasi Jepang ke Indonesia tahun 1942-1945, rel-rel NIS / SS banyak dibongkar, terutama gauge 1435 milimeter, dipindah bangun ke Sumatera – dibangun rel dari Sumatra Barat ke Riau – jalur rel sudah selesai dibangun namun Jepang sudah kalah Perang Dunia II, sehingga rel itu belum pernah sempat terpakai.
Secara umum penggambaran jaringan jalan rel yang ada pada masa lalu dapat disajikan pada gambar peta berikut :