Kisah Kasih di Kereta Api
Ekonomi (Sisi Lain)
Beberapa
tahun yang lalu saya berkunjung ke
kebumen guna mengisi liburan sekolah bersama ibu saya . Karena tidak ada pilihan
lain, maka saya memilih menggunakan jasa kereta api. Tidak sanggup dengan tarif
bisnis ataupun eksekutif, maka saya putuskan untuk memilih yang ekonomi saja
kutojaya utara tepatnya. Berangkat
sekitar pukul 07.00 dari jakarta , diperkirakan tiba di kebumen sekitar pukul 02.50 sore. Tarifnya hanya
Rp28.000,-, tapi dengan resiko berdiri alias tidak mendapat tempat duduk. Kursi
sudah ditempati oleh penumpang lain yang berasal dari jakarta , yang menjadi awal keberangkatan kereta api.
Ini adalah
kali keempat kalinya saya berdiri di
dalam kereta dengan tujuan yang sama. Tapi untuk yang keempat kalinya ini sungguh terasa berbeda dari pengalaman
pertama. Sungguh ada banyak kisah menarik yang dapat diambil sisi positifnya,
sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran hidup.
Mungkin bagi
Anda yang pernah menggunakan kereta api ekonomi juga merasakan hal yang sama.
Atmosfer kehidupan di KA ekonomi sungguh bertolak belakang dengan KA bisnis atau
eksekutif yang lebih menonjolkan kasta. Tapi tidak menjadi masalah, itu adalah
pilihan masing-masing. Sekarang saya hanya ingin mengisahkan bagaimana sisi lain
dari kehidupan KA ekonomi. Begitu inspiratif dan memiliki kesan tersendiri bagi
saya, dan mungkin juga bagi Anda.
Kegigihan
Coba kita
lihat di KA ekonomi, banyaknya pedagang asongan yang hilir mudik menawarkan
dagangan baik minuman, makanan hingga jasa seperti pijat. Mereka punya satu
tujuan yakni mangis rejeki sebanyak mungkin. Melihat mereka silih berlalu
lalang sesekali berseru “ngopi…ngopi…”, “mijon…mijon…” dan masih banyak seruan
khas yang membuatku tak pernah lupan dengan KA ekonomi.
Jika dibandingkan
dengan KA eksekutif atau bisnis tentu tidak akan dijumpai yang seperti ini.
Satu keunikan tersendiri yang saya rasakan. Mereka bersaing dengan sehat, tidak
ada perselisihan dengan pedagang yang lain. Walau bersenggolan, tapi tetap
mereka saling bercanda. Sedangkan kita tahu bahwa mayoritas jenis dagangan
mereka sama. Terlebih lagi usaha mereka yang tak pernah kenal lelah, memasuki
setiap gerbong KA. Tidak ada bosan-bosannya menawarkan dagangan kepada
penumpang. Mereka yang gigih dan giat, otomatis pendapatan juga akan jauh lebih
besar. Sebaliknya jika bekerja tidak dengan sepenuh hati maka pendapatan juga
tidak akan memenuhi.
Kebetulan di
samping saya saat itu duduk seorang ibu penjual pecel. Kursi itu kosong karena
penumpangnya sudah turun lebih dulu. Lalu saya tanyakan, “Ibu gak jualan
lagi?”. “Sudah habis Mas” jawabnya. Saya turut senang juga, jelas sekali
tergambarkan raut bahagia di wajah ibu itu. Ternyata beliau mengungkapkan
rahasianya, bahwa pekerjaan seperti ini tidak boleh kenal yang namanya MALAS.
Kalau sudah terjangkit dengan penyakit itu, maka mereka harus terima jika
daganganya tidak laku. Karena kesempatan akan selalu ada di setiap tempat
(gerbong) tanpa di duga-duga. “Mungkin pertamanya gak mau beli mas, tapi belum
tentu berikutnya gak mau” tegasnya.
Kekeluargaan
Sebelum saya
masuk ke stasiun saya sempatkan untuk menukar uang diwaarung , kebetulan
pecahannya 100ribuan. Maksud saya mengantisipasi kalau saya kelaparan di dalam
kereta, karena memang saya belum makan saat itu. Sialnya saya benar-benar
merasa lapar dan ingin membeli makanan. Tapi karena pecahan uang yang besar,
pedagang tidak punya kembalian. Terpaksa saya harus menahan lapar sampai di
kebumen .
Tepat di
seberang saya duduk, ada seseorang yang berasal dari jakarta dengan tujuan yang
sama. Saya lupa menanyakan nama beliau, tapi dari yang saya tahu dia adalah TKI
yang berasal dari Mesir yang baru saja dipulangkan tapi berniat ingin kembali
lagi. Kerabatnyapun juga banyak yang tinggal di Mesir, baik kerja maupun
bersekolah.
Beliaulah
yang tanpa diduga menawarkan saya P*P MIE panas kepada saya seharga Rp 5.000,-.
Saya kaget, ternyata beliau memperhatikan saya sejak tadi. Karena memang merasa
lapar, saya lahap saja mie itu tanpa ragu dan malu, anggap saja mereka adalah
keluarga. Sangat disayangan pada saat itu Ia tertidur dan tak sempat menanyakan
perihalnya lebih dalam. Itulah salah satu nuansa kekeluargaan yang saya
rasakan.
Kesabaran
Sabar adalah
yang harus dimiliki oleh setiap penumpang yang menggunakan KA ekonomi. Sebab
jika tidak, maka hipertensi akan dengan mudah menjangkit. Dapat dikatakan bahwa
KA ekonomi punya banyak pemicu amarah. Mulai dari membeli tiket harus antri,
menunggu KA, manaiki KA dengan berdesakan, berebut tempat kosong untuk duduk
dan masih banyak lagi.
Mereka yang
harus banyak bersabar adalah yang tak ke bagian tempat duduk. Harus berdiri
sekian lama hingga berjam-jam karena di dalam tiket sudah tertulis “tanpa
tempat duduk”. Selian capek, juga pastinya akan dirishkan dengan lalu lalang
pedagang. Baru saja duduk, harus bediri karena pedagang mau lewat. Seperti yang
saya rasakan sebelum akhirnya mendapat tempat duduk. Tidak sampai 5 menit
duduk harus berdiri kembali, jika tidak maka siap saja menanggung reikoanya
bertatapan dengan bokong pedagang.
Tidak jarang
juga sebagian rela duduk, tidur pasrah jika dilangkahi oleh pedagang. Begitupun
juga dengan mereka yang alergi dengan asap rokok harus bersabar dan menutup
mulut serta hidung jika tidak mau menghirupnya. Karena pada dasarnya tidak ada
larangan merokok di gerbong KA. Ini sudah menjadi kebiasaan bagi mereka
yang acap kali mengendari KA ekonomi. Masih banyak lagi contoh lain, tapi yang
paling teringat inilah yang berhasil saya tuliskan.
Mungkin
demikian dari pengalaman saya yang keempat kalinya ini menumpangi KA ekonomi.
Mungkin juga tidak hanya ada tiga poin penting itu yang bisa menjadi
pembeljaran kita semua. Jika ada yang beranggapan bawah KA ekonomi tidak
bersahabat, maka itu tidak sepenuhnya benar.
Jika ada
positif dalam bepikir dan betindak maka di sekeliling Anda juga akan mendukung
demikian. Diluar dari fenomena pencopetan, gendam, dan penipuan itu tergantung
dari diri sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjaga diri dan tidak
menonjolkan hal-hal menarik mereka berbuat yang tidak terpuji kepada kita.
Di KA
Ekonomi, kita berbaur dari keragaman baik suku, agama, ras dan budaya. Semua
bisa berbagi melalui diskusi-diskusi kecil seperti yang saya lakukan dengan
salah seorang warga kroya yang mitra
kerjanya ada di Timur Leste. Dari diskusi ringan akhirnya sedikit menambah
pengetahuan kita satu sama lain dari sesuatu yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.
Ya, itulah
sekelumit kisah kasih di KA ekonomi yang bisa saya tulis dan sajikan buat
pembaca sekalian. Dengan satu tujuan, bahwa KA ekonomi tidak selamanya dalam
sisi keburukan. Ada sisi lain yang lebih mengesankan dan dapat menjadi
pelajaran hidup di masa datang.