tag:blogger.com,1999:blog-82774374912518613002024-03-13T23:49:19.453-07:00Bagus Darmawan Nongol ManingAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.comBlogger7125tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-88531847251077192172013-09-10T03:33:00.002-07:002013-09-10T03:33:37.478-07:00
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">bila
kita mencermati, dari 144 unit (kecuali yang di upgrade menjadi cc204)
lokomotif-lokomotif cc201 yang pernah berdinas, ada dua nomor seri yang
kini tak bisa dijumpai. Kedua lokomotif tersebut sudah tidak berdinas
lagi di jalur rel Jawa maupun Sumatera. Di buku besar Alokasi Penyebaran
Lokomotif PT Kereta Api (Persero). Kedua lokomotif ini juga tidak
terdaftar. Bahkan sejak tahun 1982. Hilang! Musnah! </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Kemana perginya kedua lokomotif milik Dipo Induk Lokomotif Yogyakarta ini? Tak jelas! Di <i><span style="color: #e36c0a; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Garden of Locomotive</span> </i>atau
lebih sadis para railfans menyebut kuburan massal lokomotif, di Balai
Yasa Pengok, Yogyakarta pun batu nisannya tidak ditemukan. <span> </span>Benar-benar <span> </span>menjadi misteri hinggak kini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Tentunya
beda dengan lokomotif-lokomotif cc201 yang telah dimodifikasi dan
berubah menjadi cc204. Lokomotif ini masih bisa dilihat, dipotret, dan
dinikmati, meski sebagai lokomotif cc204. Setidaknya bisa dibanyangkan,
seperti inilah saat masih sebagai lokomotif cc201. Sementara kedua
lokomotif ini benar-benar sudah hilang. Tak ada jejaknya. Maka
berbahagialah para railfans yang masih menyimpan kenangan foto-foto
kedua lokomotif ini. Kita hanya bisa menduga-duga apa gerangan dengan
kedua lokomotif ini? Mungkinkah keduanya pulang ke negeri asalnya,
Amerika Serikat dank arena sesuatu hal tak bisa kembali lagi? Atau
karena factor penyebab lain?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Setelah
menggali informasi kesana-kemari, ditemukanlah kisah tragisnya. Kedua
lokomotif ini mengalami suatu kecelakaan yang sangat hebat, sebuah PLH
(Peristiwa Luar Biasa Hebat) sehingga meluluh lantakkan kedua tubuh
lokomotif ini. Itulah PLH Kebasen pada 21 Januari 1981. Kala itu KA
Senja IV yang ditarik lokomotif cc201 XX jurusan Jakarta-Yogyakarta
meninggalkan Stasiun Purwokerto. Ketika melintas di stasiun kecil Notog.
7km di utara Kebasen, ternyata dari arah berlawanan juga diterima
isyarat bahwa KA Maja jurusan Madiun-Jakarta yang berlokomotif cc201 XY,
sudah lepas dari Stasiun Kroya. Kedua kereta itu memang biasa melakukan
<i><span style="color: red;">kruis</span></i> (persilangan) di Kebasen.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Petugas
PPKA (pengatur Perjalanan Kereta Api) di stasiun ini segera memasang
untuk menghentikan KA Maja, sebab yang berhak lewat duluan adalah KA
Senja IV yang kelasnya lebih tinggi. Si Maja melaju terus, para petugas
PPKA panik. Penjaga pintu perlintasan, menyalakan lampu baterai sambil
berteriak-teriak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Ditengah
hujan deras, upaya seperti itu Nampak sia-sia. Petugas lain di Kebasen
mengacungkan lampu merah, tapi KA Maja semakin mendekat juga. Kepala
Stasiun Kebasen, juga berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan
sinyal. Semua tak menolong. Orang-orang yang lelap tidur kedinginan
stasiun kecil itu terjaga. Tanpa hirau KA Maja melewati Stasiun Kebasen,
dipacu melawan hujan, menembus kabut. Beberapa menit berlalu. KA Senja
IV keluar dari terowongan Kalijarut (Kebasen) di lereng gunung Payung.
Pada saat yang hampir bersamaan, KA Maja pun menyebrangi jembatan Sungai
Serayu. Sekarang kereta itu melintasi reil berliku-liku di kaki
perbukitan. Ketika itu masinis KA Senja sudah menampak sorot lampu KA
Maja. Tapi pandangan masinis KA Maja, terhalang oleh bukit. Kedua kereta
yang masing-masing berkecepatan 50-70km/jam itu bersamaan keluar dari
tikungan. Dan…..duaaaaarrrrrrr!!!!!!! sebuah ledakan terjadi persis
dipinggir kali Serayu, dibawah guyuran hujan lebat. Tabrakan kereta.
PLH!!!!!!!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">PLH
yang menimpa kedua lokomotif ini begitu hebat. Lebih hebat dari PLH
Lokomotif si Donald Bebek. Membandingkan foto-foto PLH atau kecelakaan
Kereta Rel Listrik (KRL) Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat pada tahun 1993.
Begitu hebatnya dan KRL pun remuk tak berbentuk dengan banyak memakan
korban. Seperti kedua lokomotif ini, tubuhnya hancur tak berbentuk,
sampai-sampai para dokter lokomotif Balai Yasa Pengok, Yogyakarta,
dengan berat hati bilang:”Kami angkat tangan, deh.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Namun
maaf jika membayangkan begini kejadiannya. Begitu evakuasi PLH Kebasen
usai, kedua lokomotif diangkat paksa dan ditarik ke Balai Yasa Pengok,
Yogyakarta menggunakan gerbong datar. Selanjutnya, tentu saja kedua
Lokomotif ini mangkrak di <i><span style="color: #e36c0a; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Garden of Locomotive</span></i>,
setelah para dokter lokomotif di Balai Yasa angkat tangan. Berikutnya
satu persatu organ tubuhnya yang dinilai masih dapat difungsikan
dipreteli untuk dicangkokkan ke tubuh temannya yang membutuhkan, alias
kanibal. Terakhir, tangan-tangan perkasa memotong-motong tubuhnya untuk
dijadikan besi kiloan. Tamatlah sudah karir dan jejak kedua lokomotif
ini. </span></div>
<span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Oiya…….,
tentuya sahabat railfans penasaran. Nomor seri berapa kedua lokomotif
tersebut? Mereka adalah cc 201 33 (XX) dan cc 201 35 (XY). Lokomotif cc
201 33 mulai berdinas awal Maret 1978. Sedangkan lokomotif cc 201 35
mengawali tugas April 1978. Jadi berdinas sekitar tiga tahunan sudah
langsung dikubur. Sungguh mengenaskan!</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-7366351327451860402013-06-16T19:42:00.000-07:002013-06-16T19:42:21.684-07:00Kisah Kasih di Kereta Api Ekonomi (Sisi Lain) BY BAGUS DARMAWAN<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 1;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 24.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 18.0pt;">Kisah Kasih di Kereta Api
Ekonomi (Sisi Lain)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 1;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Beberapa
tahun <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang lalu saya berkunjung ke
kebumen <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>guna mengisi liburan sekolah <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bersama ibu saya . Karena tidak ada pilihan
lain, maka saya memilih menggunakan jasa kereta api. Tidak sanggup dengan tarif
bisnis ataupun eksekutif, maka saya putuskan untuk memilih yang ekonomi saja
kutojaya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>utara tepatnya. Berangkat
sekitar pukul 07.00 dari jakarta , diperkirakan tiba di kebumen<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sekitar pukul 02.50 sore. Tarifnya hanya
Rp28.000,-, tapi dengan resiko berdiri alias tidak mendapat tempat duduk. Kursi
sudah ditempati oleh penumpang lain yang berasal dari jakarta , yang menjadi <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>awal keberangkatan kereta api.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Ini adalah
kali keempat <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kalinya saya berdiri di
dalam kereta dengan tujuan yang sama. Tapi untuk yang keempat <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kalinya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ini sungguh terasa berbeda dari pengalaman
pertama. Sungguh ada banyak kisah menarik yang dapat diambil sisi positifnya,
sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran hidup.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Mungkin bagi
Anda yang pernah menggunakan kereta api ekonomi juga merasakan hal yang sama.
Atmosfer kehidupan di KA ekonomi sungguh bertolak belakang dengan KA bisnis atau
eksekutif yang lebih menonjolkan kasta. Tapi tidak menjadi masalah, itu adalah
pilihan masing-masing. Sekarang saya hanya ingin mengisahkan bagaimana sisi lain
dari kehidupan KA ekonomi. Begitu inspiratif dan memiliki kesan tersendiri bagi
saya, dan mungkin juga bagi Anda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kegigihan</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Coba kita
lihat di KA ekonomi, banyaknya pedagang asongan yang hilir mudik menawarkan
dagangan baik minuman, makanan hingga jasa seperti pijat. Mereka punya satu
tujuan yakni mangis rejeki sebanyak mungkin. Melihat mereka silih berlalu
lalang sesekali berseru “ngopi…ngopi…”, “mijon…mijon…” dan masih banyak seruan
khas yang membuatku tak pernah lupan dengan KA ekonomi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Jika dibandingkan
dengan KA eksekutif atau bisnis tentu tidak akan dijumpai yang seperti ini.
Satu keunikan tersendiri yang saya rasakan. Mereka bersaing dengan sehat, tidak
ada perselisihan dengan pedagang yang lain. Walau bersenggolan, tapi tetap
mereka saling bercanda. Sedangkan kita tahu bahwa mayoritas jenis dagangan
mereka sama. Terlebih lagi usaha mereka yang tak pernah kenal lelah, memasuki
setiap gerbong KA. Tidak ada bosan-bosannya menawarkan dagangan kepada
penumpang. Mereka yang gigih dan giat, otomatis pendapatan juga akan jauh lebih
besar. Sebaliknya jika bekerja tidak dengan sepenuh hati maka pendapatan juga
tidak akan memenuhi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kebetulan di
samping saya saat itu duduk seorang ibu penjual pecel. Kursi itu kosong karena
penumpangnya sudah turun lebih dulu. Lalu saya tanyakan, “Ibu gak jualan
lagi?”. “Sudah habis Mas” jawabnya. Saya turut senang juga, jelas sekali
tergambarkan raut bahagia di wajah ibu itu. Ternyata beliau mengungkapkan
rahasianya, bahwa pekerjaan seperti ini tidak boleh kenal yang namanya MALAS.
Kalau sudah terjangkit dengan penyakit itu, maka mereka harus terima jika
daganganya tidak laku. Karena kesempatan akan selalu ada di setiap tempat
(gerbong) tanpa di duga-duga. “Mungkin pertamanya gak mau beli mas, tapi belum
tentu berikutnya gak mau” tegasnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kekeluargaan</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sebelum saya
masuk ke stasiun saya sempatkan untuk menukar uang diwaarung , kebetulan
pecahannya 100ribuan. Maksud saya mengantisipasi kalau saya kelaparan di dalam
kereta, karena memang saya belum makan saat itu. Sialnya saya benar-benar
merasa lapar dan ingin membeli makanan. Tapi karena pecahan uang yang besar,
pedagang tidak punya kembalian. Terpaksa saya harus menahan lapar sampai di
kebumen .</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Tepat di
seberang saya duduk, ada seseorang yang berasal dari jakarta dengan tujuan yang
sama. Saya lupa menanyakan nama beliau, tapi dari yang saya tahu dia adalah TKI
yang berasal dari Mesir yang baru saja dipulangkan tapi berniat ingin kembali
lagi. Kerabatnyapun juga banyak yang tinggal di Mesir, baik kerja maupun
bersekolah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Beliaulah
yang tanpa diduga menawarkan saya P*P MIE panas kepada saya seharga Rp 5.000,-.
Saya kaget, ternyata beliau memperhatikan saya sejak tadi. Karena memang merasa
lapar, saya lahap saja mie itu tanpa ragu dan malu, anggap saja mereka adalah
keluarga. Sangat disayangan pada saat itu Ia tertidur dan tak sempat menanyakan
perihalnya lebih dalam. Itulah salah satu nuansa kekeluargaan yang saya
rasakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kesabaran</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sabar adalah
yang harus dimiliki oleh setiap penumpang yang menggunakan KA ekonomi. Sebab
jika tidak, maka hipertensi akan dengan mudah menjangkit. Dapat dikatakan bahwa
KA ekonomi punya banyak pemicu amarah. Mulai dari membeli tiket harus antri,
menunggu KA, manaiki KA dengan berdesakan, berebut tempat kosong untuk duduk
dan masih banyak lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Mereka yang
harus banyak bersabar adalah yang tak ke bagian tempat duduk. Harus berdiri
sekian lama hingga berjam-jam karena di dalam tiket sudah tertulis “tanpa
tempat duduk”. Selian capek, juga pastinya akan dirishkan dengan lalu lalang
pedagang. Baru saja duduk, harus bediri karena pedagang mau lewat. Seperti yang
saya rasakan sebelum akhirnya mendapat tempat duduk. Tidak sampai 5 menit
duduk harus berdiri kembali, jika tidak maka siap saja menanggung reikoanya
bertatapan dengan bokong pedagang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Tidak jarang
juga sebagian rela duduk, tidur pasrah jika dilangkahi oleh pedagang. Begitupun
juga dengan mereka yang alergi dengan asap rokok harus bersabar dan menutup
mulut serta hidung jika tidak mau menghirupnya. Karena pada dasarnya tidak ada
larangan merokok di gerbong KA. Ini sudah menjadi kebiasaan bagi mereka
yang acap kali mengendari KA ekonomi. Masih banyak lagi contoh lain, tapi yang
paling teringat inilah yang berhasil saya tuliskan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Mungkin
demikian dari pengalaman saya yang keempat kalinya ini menumpangi KA ekonomi.
Mungkin juga tidak hanya ada tiga poin penting itu yang bisa menjadi
pembeljaran kita semua. Jika ada yang beranggapan bawah KA ekonomi tidak
bersahabat, maka itu tidak sepenuhnya benar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Jika ada
positif dalam bepikir dan betindak maka di sekeliling Anda juga akan mendukung
demikian. Diluar dari fenomena pencopetan, gendam, dan penipuan itu tergantung
dari diri sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjaga diri dan tidak
menonjolkan hal-hal menarik mereka berbuat yang tidak terpuji kepada kita.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Di KA
Ekonomi, kita berbaur dari keragaman baik suku, agama, ras dan budaya. Semua
bisa berbagi melalui diskusi-diskusi kecil seperti yang saya lakukan dengan
salah seorang warga kroya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang mitra
kerjanya ada di Timur Leste. Dari diskusi ringan akhirnya sedikit menambah
pengetahuan kita satu sama lain dari sesuatu yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Ya, itulah
sekelumit kisah kasih di KA ekonomi yang bisa saya tulis dan sajikan buat
pembaca sekalian. Dengan satu tujuan, bahwa KA ekonomi tidak selamanya dalam
sisi keburukan. Ada sisi lain yang lebih mengesankan dan dapat menjadi
pelajaran hidup di masa datang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-11740217250632271422013-03-20T02:08:00.002-07:002013-03-20T02:08:57.378-07:00Revitalisasi Stasiun Purworejo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy8eAv2wogc0G7EQKFyt8zu56i5wfWRl5U6t_8DiOxiB8bEjr_llUSHFRGzhg_r4a7tTpfYVb0HynwLha1V9hRZ0CU-P9OKXEjMYSpJZNdgRV78ClTZFxTyX4VqTYm0MBXdh_eJj2T43eV/s1600/img_8752_resize.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy8eAv2wogc0G7EQKFyt8zu56i5wfWRl5U6t_8DiOxiB8bEjr_llUSHFRGzhg_r4a7tTpfYVb0HynwLha1V9hRZ0CU-P9OKXEjMYSpJZNdgRV78ClTZFxTyX4VqTYm0MBXdh_eJj2T43eV/s1600/img_8752_resize.jpg" height="256" width="400" /></a></div>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-large;"><a class="PostHeader" href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=379%3Arevitalisasi-stasiun-purworejo&catid=100%3Arolling-stock-conservation-program&Itemid=289&lang=id">Revitalisasi Stasiun Purworejo</a></span></h2>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-large;"> </span></h2>
<div style="text-align: justify;">
<span>Stasiun Purworejo yang terletak di wilayah DAOP 5 Purwokerto ini termasuk salah satu Stasiun Cagar Budaya yang ditetapkan </span><span> </span><span>oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah dengan nomer inventarisasi </span><span>11-06/PWO/TB/36.
Terletak di Jl. Mayjend Sutoyo Purworejo, Stasiun ini juga merupakan
salah satu stasiun terminus atau stasiun akhir yang terletak di ujung
timur lintas DAOP 5 Purwokerto.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Stasiun ini dibangun oleh
Perusahaan Kereta Api Negara Staatsspoorwagen (SS), Stasiun Purworejo
adalah merupakan warisan peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada
tahun 1887. Pemerintah Kolonial Belanda saat itu sengaja membangun rel
kereta api sepanjang 12 KM dari Stasiun Besar Kutoarjo ke arah Stasiun
Purworejo, diperkirakan awalnya hanya dibangun rel saja namun seiring
perkembangannya, jalur itu semakin ramai sehingga pada tanggal 20 Juli
1887 dibangunlah Stasiun Purworejo.</span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><img alt="img_8739_resize" height="367" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/img_8739_resize.jpg" width="518" /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><em><span>Tampak samping Stasiun
Purworejo, terlihat papan penetapan Stasiun Purworejo sebagai Stasiun
Cagar Budaya yang dilindungi oleh UU Cagar Budaya no. 11 tahun 2010.</span></em></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Pusat Pelestarian dan Benda
Bersejarah PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada tahun 2011 ini
melalukan revitalisasi Stasiun Purworejo, revitalisasi ini bertujuan
untuk menyelamatkan dan melestarikan benda cagar budaya agar menjadi
bangunan yang lebih baik lagi dari segi fisik bangunan maupun dari
fungsi utamanya. Dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komersial dan
wisata sejarah</span>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Jumat (09/12) EVP Pusat
Pelestarian dan Benda Bersejarah PT. KAI Ella Ubaidi didampingi EVP DAOP
6 Yogyakarta Bambang Eko Martono dan VP DAOP 5 Purwokerto Sinung Tri
Nugroho melakukan peninjauan ke Stasiun Purworejo, peninjauan ini dalam
rangka melihat proses revitalisasi Stasiun Purworejo yang sudah memasuki
tahap akhir.</span></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="img_8734_resize" height="398" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/img_8734_resize.jpg" width="508" /></div>
<div style="text-align: center;">
<em><span>EVP Pusat Pelestarian Benda
dan Bangunan PT. KAI Ella Ubaidi (Kanan) dan VP PT.KAI DAOP 5 PWT Sinung
Tri Nugroho (Kiri) melihat kondisi salah satu ruangan di Stasiun
Purworejo.</span></em></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Sejumlah penggantian dan perawatan
ornamen asli dilakukan, dan proses tersebut harus sesuai dengan kaidah
preservasi yang sudah ada.</span></div>
<div style="text-align: center;">
<span>o<img alt="ornamen atap_resize" height="169" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/ornamen%20atap_resize.jpg" width="517" /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><em><span>Ornamen atap Stasiun Purworejo.</span></em></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><em><span><br /></span></em></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><em><span><img alt="ornamen pintu_resize" height="248" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/ornamen%20pintu_resize.jpg" width="498" /></span></em></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span><em><span>Pintu dan jendela yang sudah dilakukan perawatan, kedua ornamen ini merupakan ornamen asli Stasiun Purworejo</span></em></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Proses revitalisasi Stasiun
Purworejo yang sudah memasuki tahap akhir ini direncakanakan akan
selesai pada bulan Desember 2011. Selain sebagai stasiun cagar budaya,
Stasiun Purworejo juga masih tetap berfungsi layaknya Stasiun pada
umumnya, di Stasiun ini melayani penjualan tiket kereta api dengan
sistem online.</span></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="img_8788_resize" height="372" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/img_8788_resize.jpg" width="512" /></div>
<div style="text-align: center;">
<em><span>EVP Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI Ella Ubaidi (tengah) didampingi EVP PT KAI DAOP </span><span>6
YK Bambang Eko Martono (ke empat dari kiri) dan VP PT. KAI DAOP 5 PWT
Sinung Tri Nugroho (ke empat kanan) beserta jajaran berfoto bersama di
emplasemen Stasiun Purworejo.</span></em></div>
<span><em><span></span></em></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-4443949642571980992013-03-20T01:45:00.005-07:002013-03-20T01:56:00.053-07:00Museum Ambarawa akan Jadi Museum Kereta Terbesar se-Asia Tenggara<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgZ3jGPAb-S2Cj-WkJphIxwWxOVCTfqPNqJwZnitugs3XIGefIrb9jirXXlCZRN6NYLhDgZP_39IDvn48VknW7_u8eFFlc1CKzjloA1y02tEOsRoNAL7S2_OyVxPp_it4IgUcv4C01j4KJ-Fx_2LRLv7XaldXuvTnvMP5KAlATkHdTq9NyMMh52nMknqgZ9AGo1K1tGc7WCiKaQp7m4IiUZQ7N-z38J_jkG=" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="museum-ambarawa" border="0" src="http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/museum-ambarawa-jawa-tengah-_120405140121-256.jpg" /></a></div>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
<a class="PostHeader" href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=411%3Amuseum-ambarawa-akan-jadi-museum-kereta-terbesar-se-asia-tenggara&catid=54%3Anews-articles&Itemid=83&lang=id">Museum Ambarawa akan Jadi Museum Kereta Terbesar se-Asia Tenggara</a></h2>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
</h2>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<i>Museum Ambarawa (sumber: republika)</i></div>
<div style="text-align: justify;">
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -
Museum Ambarawa direnovasi untuk dijadikan sebagai museum yang benar dan
diharapkan museum tersebut menjadi museum kereta api terbesar di Asia
Tenggara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal itu dikemukakan Kasubdit Non
Bangunan Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI (Persero)
Trenggono Adi pada wartawan, di sela-sela pameran pelestarian benda
cagar budaya PT KAI di Benteng Vredeburg Yogyakarta yang berlangsung
4-10 April.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ambarawa dijadikan museum kereta
api karena memang sejak zaman Belanda sudah ada kereta api dan
lokomotif di sana. Di samping itu lahannya sudah ada dan cukup luas.
''Ini merupakan kepedulian PT kereta api terhadap heritage, sejarah
sesuai dengan amanat UU Cagar Budaya,' 'ungkap dia .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk renovasi museum Ambarawa
dan pengumpulan benda-benda cagar budaya sekarang sedang berjalan dan
diharapkan tahun 2013 selesai. Sebelumnya museum Ambarawa hanya sebagai
tepat penyimpanan kereta api. Di museum Ambarawa ini ada cukup banyak
koleksi lokomotif uap . Yang menarik lainnya dari Ambarawa adalah dulu
menjadi Pusat Militer dan perkebunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Renovasi tersebut dilakukan oleh
Unit Pelestarian dan Benda Bersejarah PT Kereta Api Indonesia yang baru
berdiri tahun 2009. karena direksi melihat di PT KAI banyak sekali
bangunan-bangunan peninggalan sejarah. agar dalam pengelolaannya tidak
campur aduk dengan opraasional, maka dibentuk unit sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain Museum Ambarawa, PT KAI
sudah melakukan renovasi Stasiun Kereta Api Tanjung Priok sehingga
bangunannya tampak bagus sekali, hanya lokasinya kurang mendukung. Di
samping itu juga telah dilakukan renovasi Stasiun Kereta Api Lawang
Sewu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
''Bagaimana pun juga informasi
sejarah dan sebagainya bisa menjadi penyemangat generasi muda,''kata
Adi. Pusat Pelestarian dan Benda Bersejarah juga berupaya menghidupkan
kembali lokomotif uap (Lok uap). Saat ini ada empat buah yakni dua di
Ambarawa, satu di Sawahlunto dan satu Lok uap Jaladara di Solo.</div>
<i><br /></i>
<!-- Blogger automated replacement: "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgZ3jGPAb-S2Cj-WkJphIxwWxOVCTfqPNqJwZnitugs3XIGefIrb9jirXXlCZRN6NYLhDgZP_39IDvn48VknW7_u8eFFlc1CKzjloA1y02tEOsRoNAL7S2_OyVxPp_it4IgUcv4C01j4KJ-Fx_2LRLv7XaldXuvTnvMP5KAlATkHdTq9NyMMh52nMknqgZ9AGo1K1tGc7WCiKaQp7m4IiUZQ7N-z38J_jkG=" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgZ3jGPAb-S2Cj-WkJphIxwWxOVCTfqPNqJwZnitugs3XIGefIrb9jirXXlCZRN6NYLhDgZP_39IDvn48VknW7_u8eFFlc1CKzjloA1y02tEOsRoNAL7S2_OyVxPp_it4IgUcv4C01j4KJ-Fx_2LRLv7XaldXuvTnvMP5KAlATkHdTq9NyMMh52nMknqgZ9AGo1K1tGc7WCiKaQp7m4IiUZQ7N-z38J_jkG=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fstatic.republika.co.id%2Fuploads%2Fimages%2Fdetailnews%2Fmuseum-ambarawa-jawa-tengah-_120405140121-256.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgZ3jGPAb-S2Cj-WkJphIxwWxOVCTfqPNqJwZnitugs3XIGefIrb9jirXXlCZRN6NYLhDgZP_39IDvn48VknW7_u8eFFlc1CKzjloA1y02tEOsRoNAL7S2_OyVxPp_it4IgUcv4C01j4KJ-Fx_2LRLv7XaldXuvTnvMP5KAlATkHdTq9NyMMh52nMknqgZ9AGo1K1tGc7WCiKaQp7m4IiUZQ7N-z38J_jkG=" -->Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-21694100770599917642013-03-19T22:29:00.000-07:002013-03-19T22:36:20.632-07:00Menelusuri Bandung - Cianjur - Lampegan dengan Lori Wisata<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
<a class="PostHeader" href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=388%3Amenelusuri-bandung-cianjur-lampegan-dengan-lori-wisata&catid=100%3Arolling-stock-conservation-program&Itemid=289&lang=id">Menelusuri Bandung - Cianjur - Lampegan dengan Lori Wisata</a></h2>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
</h2>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpg1_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpg1_resize.jpg" height="333" width="500" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>EVP Pusat Pelestarian dan
Benda Bersejarah PT. KAI Ella Ubaidi (ketiga dari kanan) bersama dengan
rombongan Kedutaan Besar Belanda Doryn Wytema (pertama kanan) dan dari
Erasmus Huis Bob Wardhana (pertama kiri) di dalam KA Argo Parahyangan
sesaat sebelum berangkat menuju Bandung.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalur kereta api dari Jakarta menuju Bandung mengingatkan kita
akan peristiwa sejarah yang terjalin antara Belanda dan Indonesia.
Peninggalan kolonial ini, seperti: rel, stasiun, jembatan, terowongan,
rumah dinas, bahkan gudang penyimpanannya menyisakan suatu kisah sejarah
yang bergelora pada masa itu. Bangunan dan jalur perkeretapiaan ini
dapat dijadikan wisata sejarah yang memikat. Maka dari itu, Unit
Pelestarian dan Benda Bersejarah PT KAI (Persero) menjalin kerja sama
dengan Kedutaan Belanda dan Erasmus Huis untuk memperkenalkan pariwisata
di daerah tersebut, serta kedepannya akan menyelenggarakan pameran di
Belanda mengenai perkeretaapian di Indonesia. Pada tanggal 20 – 21
Februari 2012, PT. KAI menjalankan progam wisata sejarah dan budaya
bersama pihak Kedutaan Belanda serta Erasmus Huis yang berlangsung di
Bandung, Cianjur, Lampegan dan Gunung Padang.<br />
Perjalanan dimulai dari Jakarta dengan menggunakan kereta api
Argo Parahyangan menyusuri jalur antara Jakarta - Purwakarta - Bandung
yang dibangun tahun 1900 oleh Perusahaan Kereta Api Negara <i>Staats Spoorwegen</i>. <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177&Itemid=200&lang=id">jembatan Cibisoro</a>, <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=186&Itemid=193&lang=id">jembatan Cisomang</a>, <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=180&Itemid=199&lang=id">jembatan Cikubang</a>, <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=176&Itemid=186&lang=id">terowongan Sasaksaat</a>,
serta stasiun dan bangunan pendukung yang masih asli merupakan beberapa
bangunan bersejarah yang terdapat di lintas ini, pemandangan pegunungan
dan lintas yang berkelok-kelok menambah ragam keindahan yang dapat
dinikmati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah tiba di Bandung, rombongan mengunjungi areal <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=130%3Arevitalisasi-wisma-parahyangan-menjadi-indonesian-railway-museum-gallery-&catid=53&Itemid=143&lang=id">Graha Parahyangan</a>
yang dahulu digunakan sebagai rumah dinas pejabat kereta api, kini
berfungsi sebagai gallery dan museum. Gallery dan museum ini menampilkan
beberapa koleksi dan informasi perkeretaapian yang digunakan pada masa
lalu.</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpg3_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpg3_resize.jpg" height="333" width="500" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>VP Bangunan Heritage PT. KAI
Bidjak Filsadjati yang menemani selama kunjungan berlangsung sedang
menerangkan kegunaan dari salah satu alat hitung yang dipamerkan di
Museum Kereta Api Graha Parahyangan.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Keesokan harinya (21/02), rombongan mengunjungi bunker arsip
yang terdapat di Kantor Pusat PT. KAI, dalam kesempatan ini perwakilan
dari Erasmus Huis Bob Wardhana terkesan terhadap arsip-arsip milik PT.
KAI yang masih ada dan tersimpan dengan baik, kedepannya akan dilakukan
kerjasama antara PT. KAI dengan Erasmus Huis mengenai pendataan arsip
yang semuanya menggunakan berbahasa Belanda.<br />
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpn4_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpn4_resize.jpg" height="333" width="500" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>VP Non Bangunan PT. KAI
Trenggono Adi (kanan) menjelaskan tentang peta dan arsip lama yang
terdapat di bunker arsip kantor pusat PT. KAI Bandung.</i></div>
Setelah mengunjungi bunker arsip dan Kantor Pusat PT. KAI,
rombongan memulai perjalanan dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Cianjur
dengan menggunakan kereta lori. Panorama alam yang memukau, sawah-sawah
membentang luas, lembah hijau, pegunungan menjulang dan gemiricik
sungai yang mengalir di bawah jembatan, dapat dinikmati di sepanjang
perjalanan. Beberapa stasiun-stasiun kecil yang masih terjaga bentuk
aslinya dilewati lintasan kereta ini.</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpn5_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpn5_resize.jpg" height="332" width="498" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Lori berkapasitas 12 orang yang digunakan untuk wisata Bandung - Cianjur - Lampegan.</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><img alt="lpg6_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpg6_resize.jpg" height="329" width="495" /></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Pemandangan Sungai Citarum yang merupakan salah sungai purba di Jawa Barat serta jembatan kereta api yang dilewati lori wisata.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Stasiun dan terowongan Lampegan menjadi destinasi selanjutnya.
Terlihat beberapa turis asing dan lokal yang berkunjung untuk melihat
stasiun dan terowongan ini. Terowongan Lampegan dibangun melalui bukit
kapur. <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=175&Itemid=188&lang=id">Terowongan Lampegan </a>yang dibangun pada tahun 1879-1882, direnovasi pada tahun 2010 karena terowongan ini pernah runtuh.</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpn8_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpn8_resize.jpg" height="321" width="500" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Terowongan Lampegan yang menjadi salah satu tujuan wisata, terowongan ini dibangun pada tahun 1879 sampai dengan 1882 oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatspoorwegen (SS).</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu tempat wisata menarik
yang berada di dekat Stasiun Lampegan yaitu situs Megalitik Gunung
Padang. Perjalanan menuju situs Gunung Padang dapat dilalui dengan
kendaraan roda empat. Untuk sampai di situs, pendakian dilalui dengan
jalur tangga yang baru. Jajaran batu yang tersusun indah, berupa punden
berundak ini, dahulu digunakan sebagai tempat peribadatan.</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpg9_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpg9_resize.jpg" height="328" width="492" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Obyek Wisata Megalitik Gunung Pandang yang berlokasi tak jauh dari Stasiun Lampegan.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpg7_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpg7_resize.jpg" height="364" width="502" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Rombongan sedang dijelaskan tentang obyek wisata megalitik Gunung Pandang oleh pemandu wisata.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalur kereta api antara Cianjur -
Lampegan ini sudah selesai diperbaiki, namun belum diaktifkan karena
masih ada beberapa kekurangan, kedepannya jalur ini akan dikembangkan
sebagai jalur wisata dari Bandung - Cianjur - Lampegan - Sukabumi.</div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="lpn7_resize" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lpn7_resize.jpg" height="332" width="500" /></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Rombongan lori wisata yang
terdiri dari Unit Heritage PT. KAI, PT. KAI DAOP 2 BD, Kedutaan Belanda,
Erasmus Huis, dan Planologi ITB Bandung berfoto bersama di depan
Stasiun Cianjur.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-73629445365902209552013-03-19T21:33:00.000-07:002013-03-19T21:39:19.773-07:00Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhasZeeW1c4L5uOfUvkYUkintF7beNeZ5Ab_CxEdxPdxZ7bCMXQf3RIl20QZsNrG9DbjB0CM0uK3iSzFCexadWFSVU5AUGrwUw3SbWzH7OrmmrUAZJZsbm2tM8sLKmHPRZJVhAStUn-ACfS/s1600/1837910163_437d5918f5_z.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhasZeeW1c4L5uOfUvkYUkintF7beNeZ5Ab_CxEdxPdxZ7bCMXQf3RIl20QZsNrG9DbjB0CM0uK3iSzFCexadWFSVU5AUGrwUw3SbWzH7OrmmrUAZJZsbm2tM8sLKmHPRZJVhAStUn-ACfS/s400/1837910163_437d5918f5_z.jpg" height="277" width="400" /> </a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b> <span style="font-size: large;">Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian</span></b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Provinsi Jawa Tengah, khususnya kota
Semarang menjadi penting dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.
Pembangunan sistem perkeretaapian pertama oleh Hindia Belanda dimulai
dari kota ini yaitu stasiun Samarang NIS sampai dengan desa Tanggung
sepanjang 26 Km. Peresmian dilakukan dengan pencangkulan pertama oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr LAJ Baron Sloet van den Beele pada
hari Jumat 17 Juni 1864. Setelah selesai, jalur lintas kereta api ini
dioperasikan untuk memenuhi keperluan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus
1867. Pembangunan jalur rel kereta api pertama ini dilakukan oleh
perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschappij (NV NISM), dibawah pimpinan Ir JP de Bordes.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pembangunan jalur jalan rel untuk kereta
api tersebut kemudian dilanjutkan oleh perusahaan-perusahaan lain dari
negeri Belanda baik di Jawa, Sumatra dan Sulawesi hingga menjadi sebuah
jaringan yang utuh seperti yang dapat dilihat sekarang ini. Namun sayang
beberapa jalur kereta api tersebut saat ini sudah ditutup dan hanya
tersisa bekas-bekas dan kenangan bahwa pada masa lalu terdapat jalur
kereta api di wilayah tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT.
KERETA API INDONESIA (PERSERO) berinisiatif untuk membuka kembali
beberapa jalur bersejarah dan memiliki keunikan tersendiri untuk dapat
dinikmati oleh generasi sekarang dan akan datang dalam bentuk pariwisata
sejarah perkeretaapian Indonesia. Pariwisata ini lebih difokuskan pada
penyampaian pesan-pesan moral bahwa hilangnya suatu sistem pada suatu
kawasan maka akan berpengaruh pada nilai sosial dan budaya masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT.
KERETA API INDONESIA (PERSERO) memotivasi masyarakat untuk selalu
memelihara dan melindungi Benda Cagar Budaya yang merupakan aset bangsa
ini agar proses pengembangan budaya dan sosial dalam suatu kawasan dapat
berkesinambungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian, antara lain :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%;"><tbody>
<tr>
<td>Ikon</td>
<td>Kereta Wisata</td>
<td>Deskripsi</td>
<td>Jalur Wisata</td>
</tr>
<tr valign="top">
<td><div style="text-align: center;">
<img alt="spoor_ambarawa_icon" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/00_icons/spoor_ambarawa_icon.jpg" height="60" width="60" /></div>
</td>
<td><a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=67&Itemid=182&lang=id">Ambarawa</a></td>
<td><div style="text-align: justify;">
Kereta wisata Ambarawa (Jawa Tengah) ditarik lokomotif uap bergigi <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=58%3Alokomotif-uap&catid=68&Itemid=133&lang=id">B25</a> 02 atau <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=58%3Alokomotif-uap&catid=68&Itemid=133&lang=id">B25</a>
03 yang menarik 2 (dua) kereta penumpang berdinding kayu. Di dinding
kereta penumpang tidak ada kaca jendela sehingga penumpang dapat
menikmati semilir angin nan sejuk dan indahnya pemandangan selama 2
(dua) jam perjalanan</div>
</td>
<td>Ambarawa - Bedono (9 km)<br />
dan<br />
Ambarawa - Tuntang (10 km)</td>
</tr>
<tr valign="top">
<td><div style="text-align: center;">
<img alt="makitam_icon" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/00_icons/makitam_icon.jpg" height="60" width="60" /></div>
</td>
<td><a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=383%3Akereta-api-wisata-danau-singkarak-musium-sawahlunto-dan-kereta-wisata-mak-itam&catid=98&Itemid=152&lang=id">Kereta Wisata Danau Singkarak dan Mak Itam</a></td>
<td><div style="text-align: justify;">
Kereta wisata Padang Panjang - Sawah
Lunto yang melintasi Danau Singkarak menjadi salah satu pemandangan
menarik yang disuguhkan dalam perjalanan ini, dan juga Kereta wisata
"Mak Itam" dengan lokomotif uap <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=218%3Alokomotif-e10&catid=68&Itemid=133&lang=id">E10</a>
60 yang menarik kereta penumpang berdinding kayu. Yang membuat sensasi
luar biasa dan nostalgia adalah ketika kereta wisata ini memasuki
terowongan Lubang Kalam dengan diiringi asap dan lengkingan suara dari
lokomotif uap</div>
</td>
<td>Padang Panjang - Sawahlunto - Muara Kalaban (9 km)</td>
</tr>
<tr valign="top">
<td><div style="text-align: center;">
<img alt="jaladara_icon" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/00_icons/jaladara_icon.jpg" height="60" width="60" /></div>
</td>
<td><a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92%3Apengoperasian-kereta-wisata-jaladara-di-solo&catid=53&Itemid=143&lang=id">Jaladara</a></td>
<td><div style="text-align: justify;">
Kereta Wisata Jaladara ditarik lokomotif uap <a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=220%3Alokomotif-c12&catid=68&Itemid=133&lang=id">C12</a>
18 akan melewati Jalan Slamet Riyadi, jalan utama kota Solo (Jawa
Tengah), dan akan singgah di beberapa tempat perhentian dalam satu trip
pulang pergi, diantaranya industri kreatif di Solo yaitu industri batik
di Kampung Laweyan, Loji Gandrung, keraton Solo dan lain-lain. Selain
itu penumpang dapat merasakan sensasi naik kereta uap kuno di tengah
kota</div>
</td>
<td>Purwosari - Solo Kota (6 km)</td>
</tr>
<tr>
<td><div style="text-align: center;">
<img alt="lori1" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/lori1.jpg" height="56" width="59" /></div>
</td>
<td><a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=382%3Awisata-lori-kaliraga&catid=98&Itemid=152&lang=id">Lori Wisata Kaliraga</a></td>
<td style="text-align: justify;">Berkereta Api menikmati Wisata Alam, Budaya, dan Sejarah Nusantara
menggunakan Lori Wisata Kaliraga (Kalibaru - Mrawan - Garahan),
menikmati keindahan panorama alam pegunungan dan kebun kopi.</td>
<td>Kalibaru - Mrawan - Garahan (15km)</td>
</tr>
<tr>
<td><div style="text-align: center;">
<img alt="218126_217397741607450_100000116760730_1006282_501126_n" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/218126_217397741607450_100000116760730_1006282_501126_n.jpg" height="36" width="54" /></div>
</td>
<td><a href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=384%3Aberkereta-api-menikmati-wisata-alam-budaya-dan-sejarah-nusantara-memutari-jakarta&catid=98&Itemid=152&lang=id">Wisata Kereta Api Tanjung Priuk - Jakarta Kota.</a></td>
<td style="text-align: justify;">Perjalanan wisata menyusuri jalur kereta api yang mempunyai jalur
elektrifikasi pertama di Indonesian yaitu dari Tanjung Priuk sampai
dengan Master Cornelis (Jatinegara) serta menikmati keindahan arsitektur
bangunan cagar budaya perkeretaapian Indonesia.</td>
<td style="text-align: justify;">Jakarta Kota - Jatinegara -Tanjung Priuk (30 km).</td>
</tr>
<tr>
<td><img alt="slidemedan1" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0201_berita/slidemedan1.jpg" height="57" width="75" /></td>
<td>North Sumatra Vintage Memories</td>
<td>Perjalanan wisata menikmati keindahan jalur kereta api peninggalan
Deli Spoorweg Maatschapijj, jalur kereta api eksotik di utara pulau
Sumatra. Dengan lokomotif diesel hidrolik yang masih terawat hingga
kini, dan juga menggunakan kereta wisata maupun reguler menjadi satu
perjalanan menembus sejarah kejayaan kereta api ranah Medan.</td>
<td>Medan - Belawan - Siantar - Tebing Tinggi</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8277437491251861300.post-19784203726479202052013-03-19T01:59:00.001-07:002013-03-19T02:40:56.968-07:00Sejarah Kereta Api Indonesia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnQLIQiEj8legh2-FN1lDTGCPOEFxf6nrFBx9kvkWj5p8X_HIUdw2G3Gw26YOZUybyW2KUpTZ5RFGnxFmVeWoBHgkIUGgEhd30hWfnkDKN1XSwI0w_ya-1TPLoA-2SkzmspVGfy1p3ejd7/s1600/5884387770_79222226c5_b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnQLIQiEj8legh2-FN1lDTGCPOEFxf6nrFBx9kvkWj5p8X_HIUdw2G3Gw26YOZUybyW2KUpTZ5RFGnxFmVeWoBHgkIUGgEhd30hWfnkDKN1XSwI0w_ya-1TPLoA-2SkzmspVGfy1p3ejd7/s1600/5884387770_79222226c5_b.jpg" height="300" width="400" /></a></div>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
<a class="PostHeader" href="http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=120%3Asejarah-perkeretaapian-indonesia&catid=54%3Anews-articles&Itemid=83&lang=id">SEJARAH PERKERETAAPIAN INDONESIA</a></h2>
<div style="text-align: justify;">
Sejarah perkeretaapian di Indonesia
diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di
Semarang, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, LAJ Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh
"Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV
NISM) yang dipimpin oleh JP de Bordes dari Samarang menuju desa Tanggung
(26 kilometer) dengan lebar sepur 1435 milimeter. Ruas jalan ini dibuka
untuk angkutan umum hari Sabtu, 10 Agustus 1867.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perkeretaapian di Indonesia adalah
negara kedua di Asia (setelah India) yang mempunyai jaringan kereta api
tertua. Cina dan Jepang baru menyusul kemudian. Setelah Tanam Paksa
(1830-1850), hasil pertanian di Jawa tidak lagi sekadar untuk memenuhi
kebutuhan sendiri tapi juga untuk pasar internasional. Karena itu
diperlukan sarana transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari
pedalaman ke kota-kota pelabuhan. Yang ada waktu itu hanya Jalan Raya
Pos yang dirasa sudah tidak memadai lagi, sehingga muncul gagasan untuk
membangun jalan kereta api. Namun, tidak semua orang setuju dengan
rencana itu. Ada sebagian pihak yang berpendapat volume produk masih
terlalu sedikit, sehingga tidak efisien apabila diangkut dengan kereta
api, sementara jumlah penumpang, kalaupun ada, diperkirakan akan sangat
sedikit. Di masa itu orang Jawa dianggap sebagai bangsa yang tidak suka
bepergian jauh, sedangkan orang Eropa yang diharapkan paling-paling
hanyalah para pegawai negeri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Muncul pula perdebatan tentang peran
yang sebaiknya dimainkan pemerintah dalam pengembangan perkeretaapian di
Hindia Belanda. Pihak yang menentang keterlibatan langsung pemerintah
berpendapat, bahwa dana untuk membangun jalan rel sebaiknya dipakai
untuk hal-hal yang lebih penting dan mendesak, sebaiknya mereka yang
menentang keterlibatan swasta merasa, bahwa jalan kereta api mempunyai
nilai strategis, sehingga resikonya terlalu besar apabila diserahkan
pada swasta. Perdebatan bahkan muncul tentang tenaga penggerak. Menteri
Urusan Jajahan JC Baud, misalnya, mengusulkan pembangunan jalan rel
dengan kerbau atau kuda sebagai penarik kereta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baru pada tahun 1862 disetujui rencana
pembangunan jalan kereta api pertama di Jawa, yaitu jalur
Semarang-Vorstelanden (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta yang
ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi sekaligus
juga paling sulit dijangkau), dan jalur antara Batavia (Jakarta) –
Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia Belanda dan
daerah penghasil teh dan kopi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua jalur ini dibangun dari sebuah
perusahaan swasta, yaitu Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatschappj
(NIS). Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang
akan diberikan, maka pada hari Jumat tanggal 7 Juni 1864 di Kota
Semarang diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan
jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai pencangkulan tanah
pertama yang dilakukan oleh JAJ Baron Sloet van den Beele (Subarkah,
1987, halaman 3). Berbagai masalah mewarnai pembangunan jalan rel ini,
baik yang berupa hambatan kondisi alam yang sulit maupun masalah
keuangan, silih berganti muncul. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div id="_mcePaste" style="height: 1px; left: -10000px; overflow: hidden; position: absolute; top: 530px; width: 1px;">
Meski
demikian pada 10 Agustus 1867 jalan kereta api pertama di Indonesia
bisa diresmikan, yaitu dari Samarang sampai ke Tangoeng (sekarang
Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Tapi bukan
berarti kesulitan telah bisa diatasi. Bahkan tidak lama kemudian
pekerjaan terpaksa dihentikan, karena Algemene Maatschappj voor Handel
en Nijverheld Amsetrdam, pemegang saham utama NIS, mengalami kesulitan
keuangan dan nyaris bangkrut. Pembangunan baru bisa dilanjutkan lagi
setelah pemerintah turun tangan memberikan pinjaman lunak. </div>
<div id="_mcePaste" style="height: 1px; left: -10000px; overflow: hidden; position: absolute; top: 530px; width: 1px;">
Stasiun
pertama NIS di Semarang berada di Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun
Samarang di dekat Pelabuhan Semarang. Stasiun Tambaksari ini adalah
stasiun ujung, atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914
stasiun Tambaksari dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke
stasiun NIS yang baru di Tawang. Sebagian bangunan stasiun Tambaksari
masih dipakai untuk gudang, sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun
Semarang Gudang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua jalur ini dibangun dari sebuah
perusahaan swasta, yaitu Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatschappj
(NIS). Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang
akan diberikan, maka pada hari Jumat tanggal 7 Juni 1864 di Kota
Semarang diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan
jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai pencangkulan tanah
pertama yang dilakukan oleh JAJ Baron Sloet van den Beele (Subarkah,
1987, halaman 3). Berbagai masalah mewarnai pembangunan jalan rel ini,
baik yang berupa hambatan kondisi alam yang sulit maupun masalah
keuangan, silih berganti muncul. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski demikian pada 10 Agustus 1867
jalan kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari
Samarang sampai ke Tangoeng (sekarang Tanggung, Kabupaten Grobogan)
sejauh sekitar 25 kilometer. Tapi bukan berarti kesulitan telah bisa
diatasi. Bahkan tidak lama kemudian pekerjaan terpaksa dihentikan,
karena Algemene Maatschappj voor Handel en Nijverheld Amsetrdam,
pemegang saham utama NIS, mengalami kesulitan keuangan dan nyaris
bangkrut. Pembangunan baru bisa dilanjutkan lagi setelah pemerintah
turun tangan memberikan pinjaman lunak. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Stasiun pertama NIS di Semarang berada
di Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun Samarang di dekat Pelabuhan
Semarang. Stasiun Tambaksari ini adalah stasiun ujung, atau dalam bahasa
Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Tambaksari dibongkar
untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di
Tawang. Sebagian bangunan stasiun Tambaksari masih dipakai untuk gudang,
sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history1.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan berbagai masalah yang timbul,
akhirnya pada 10 Februari 1870 selesailah jalur sampai ke Solo, setahun
kemudian pembangunan jalan rel telah sampai ke Yogyakarta. Akhirnya,
pada 21 Mei 1873 jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta, termasuk cabang
Kedungjati-Willem I (Ambarawa) diresmikan pemakainnya. Pada tahun itu
selesai pula alur Batavia-Buitenzorg.</div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat besarnya kesulitan yang dihadapi
NIS, tidak ada investor yang tertarik untuk membangun jalan kereta api.
Terpaksa pemerintah terjun langsung. Pemerintah mendirikan perusahaan
Staat Spoorwagen (SS). Jalur rel pertama yang di bangun oleh SS adalah
antara Surabaya-Pasuruan sepanjang 115 kilometer yang diresmikan pada 16
Mei 1878.</div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history2.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history3.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah NIS maupun SS kemudian terbukti
mampu meraih laba, bermunculan belasan perusahaan-perusahaan kereta api
swasta besar maupun kecil. Umumnya mereka membangun jalan rel ringan
atau tramwagen yang biaya pembangunannya lebih murah. Tramwagen biasanya
di bangun di sisi jalan raya. Dan karena konstruksinya yang ringan,
kecepatan kereta api tidak bisa lebih dari 35 kilometer per jam. Di
antara perusahaan-perusahaan tersebut yang mempunyai jaringan terpanjang
adalah Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) sepanjang 417
kilometer dan Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) sepanjang
373 kilometer. Yang terpendek adalah Poerwodadi-Goendih Stoomtram
Maatschappj (PGSM) yang hanya mempunyai jaringan sepanjang 17 kilometer.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keberhasilan swasta, NV NISM membangun
jalan KA antara Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10
Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110
kilometer), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA
di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan
rel antara 1864-1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25
kilometer, tahun 1870 menjadi 110 kilometer, tahun 1880 mencapai 405
kilometer, tahun 1890 menjadi 1427 kilometer dan pada tahun 1900 menjadi
3338 kilometer.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga
dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891),
(1914). Bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA
sepanjang 47 kilometer antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya
dilakukan tanggal 1 Juli 1923. Sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat
diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun,
studi jalan KA rute Pontianak-Sambas (220 kilometer) sudah diselesaikan.
Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi
pembangunan jalan KA.</div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history4.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Rel kereta api pertama kali
diletakkan di bumi Sumatera Utara oleh Perusahaan Kereta Api Swasta
Belanda yang bernama Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) di tahun 1883 yang
menghubungkan Kota Medan dan Labuan (laboean) yang merupakan cikal
bakal jalur kereta api Medan-Belawan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak dulunya Pelabuhan Belawan
merupakan pelabuhan utama Sumatera Utara untuk membawa hasil bumi
seperti tembakau ke luar negeri. Dulu, Labuan merupakan sentral
keramaian, bahkan sebelum kota Medan berdiri. Pelabuhan Labuan di Sungai
Deli inilah yang menjadi pusat perdagangan, transportasi dan bongkar
muat barang perkebunan (khususnya tembakau) di Sumatera bagian Timur,
akan tetapi karena Labuan seringkali kebanjiran dan tidak mampu
mengakomodasi kapal-kapal uap besar maka transportasi usaha perkebunan
mulai dikonsentrasikan ke Pelabuhan Belawan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Sejak dulunya Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan utama Sumatera Utara
untuk membawa hasil bumi seperti tembakau ke luar negeri. Dulu, Labuan
merupakan sentral keramaian, bahkan sebelum kota Medan berdiri.
Pelabuhan Labuan di Sungai Deli inilah yang menjadi pusat perdagangan,
transportasi dan bongkar muat barang perkebunan (khususnya tembakau) di
Sumatera bagian Timur, akan tetapi karena Labuan seringkali kebanjiran
dan tidak mampu mengakomodasi kapal-kapal uap besar maka transportasi
usaha perkebunan mulai dikonsentrasikan ke Pelabuhan Belawan.<br />
<br />
Jalur kereta api Medan-Belawan yang berjarak sekitar 21 kilometer,
pada saat itu memiliki beberapa stasiun, yaitu Stasiun Medan – Gloegoer –
Poeloebraijan – Mabar – Titi Papan – Kampong Besar – Laboean – Belawan –
Pasar Belawan – dan Pelabuhan Belawan (Oceaanhaven I – II dan III).<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Akan tetapi seiring perkembangan waktu,
bertambahnya transportasi jalan raya dan berkurangnya tingkat okupansi
penumpang, maka pada saat ini Jalur Medan-Belawan tidak lagi digunakan
untuk mengangkut penumpang, melainkan hanya digunakan hanya untuk jalur
KA Barang saja, yakni KA Barang pengangkut CPO (Crude Palm Oil), PKO
(Palm Kernel Oil), getah karet (lateks), BBM dan pupuk. Dulu, saking
ramainya jalur Medan-Belawan ini dilayani oleh double track (triple
track dari Medan-Pulubrayan dan double track dari Pulubrayan-Belawan).
Sekarang sisa satu track, tinggal bekas-bekasnya yang berserakan di
beberapa lokasi. Stasiun KA yang saat ini masih digunakan pun tidak lagi
sebanyak pada zaman DSM masih berjaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan
KA di Indonesia mencapai 6811 kilometer. Tetapi, pada tahun 1950,
panjangnya berkurang menjadi 5910 kilometer, kurang lebih 901 kilometer
raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pemerintahan Jepang dan
diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jenis jalan rel KA di Indonesia
dibedakan dengan lebar sepur 1067 milimeter; 750 milimeter (di Aceh) dan
600 milimeter di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang
dibongkar semasa pemerintahan Jepang (1942-1943) sepanjang 473
kilometer, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang
adalah 83 kilometer antara Bayah - Cikara dan 220 kilometer antara
Muaro-Pekanbaru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ironisnya, dengan teknologi yang
seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya
selama 15 bulan yang mempekerjakan 27500 orang, 25000 di antaranya
adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai
yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran
sepanjang Muaro-Pekanbaru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam
"Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan
perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada
tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan
sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan mulai tanggal 28 September
1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang
Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan
perkeretaapian di Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah yang melandasi ditetapkannya 28
September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya
Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).</div>
<div style="text-align: justify;">
Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA)
namanya diubah sejak tanggal 15 September 1971 menjadi Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tanggal 2 Januari 1991, PJKA diubah
menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan sejak tanggal 1 Juni
1999 menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun jalur Semarang-Tanggung, baru
diresmikan pada 10 Agustus 1867, pada tahun 1863, NIS telah memesan dua
buah lokomotif dari Pabrik Borsig di Berlin, Jerman. Kedua lokomotif itu
dirancang untuk nantinya melayani jalur antara Kedungjati dan Willem I
(Ambarawa) yang di beberapa tempat mempunyai kemiringan sampai 2,8
persen.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika itu lokomotif buatan Borsig
banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan kereta api di Belanda. Setahun
kemudian dua lokomotif dikirim ke Semarang, tapi baru pada 22 Juni 1865
mulai dioperasikan, masing-masing dengan nomor seri NIS 1 dan NIS 2.
Karena jalur kereta api pada saat itu baru dalam tahap pembangunan, NIS 1
dan NIS 2 dimanfaatkan untuk mempercepat pemasangan rel, sekaligus
untuk melatih petugas yang akan mengoperasikan dan memelihara
lokomotif-lokomotif tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu kedatangan lokomotif uap
tersebut disambut masyarakat dengan rasa kagum tapi sekaligus tajut.
Seperti dikatakan Liem Thian Joe dalam buku ’Riwayat Semarang’ (1933),
'Publiek Priboemi dan Tionghoa pertjaja, itoe kepala spoor didjalanken
dengan kekoeatan ........ setan'. Pada akhir 1866, empat lokomotif
buatan Beyer Peacock, Manchester, Inggris itu tiba di Semarang dan
diberi nomor seri NIS 3-6. selain nomor seri keempat lokomotif itu
mendapatkan nama, masing-masing ’JP de Bordes’ (nama seorang pejabat
NIS), ’Merapi’, ’Merbaboe’ dan ’Lawoe’. Nama-nama tersebut pada satu
sisi ditulis dalam aksara latin, pada sisi lain dalam aksara Jawa. Namun
penggunaan keempat lokmotif secara resmi baru pada 10 Agustus 1867,
bersamaan dengan pembukaan jalur Semarang-Tanggung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history5.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Saat itu seluruh jalur kereta api di
Indonesia mempunyai lebar sepur (jarak antara rel) 1067 milimeter
(kecuali di Aceh yang menggunakan lebar sepur 750 milimeter). Namun
jalan rel yang pertama di Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta
melalui Solo, tadinya mempunyai lebar sepur 1435 milimeter (4 kaki 8
inchi), sama dengan lebar sepur standar di Eropa Barat dan Amerika
Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat kesulitan yang dihadapi ketika
membangun jalan rel pertama itu, pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1869 meminta JA Kool and NH Henket untuk membuat studi tentang lebar
sepur yang sesuai untuk Jawa. Kool dan Henket melaporkan bahwa dari segi
teknis maupun ekonomis lebar sepur 1067 milimeter (3 kaki 6 inchi)
milimeter lebih sesuai untuk topografi Jawa yang berbukit-bukit. Karena
itu pemerintah Hindia Belanda kemudian menetapkan bahwa harus digunakan
lebar sepur 1067 milimeter untuk semua jaringan baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalan rel dengan lebar sepur 1067
milimeter yang pertama kali dibangun adalah jalur Batavia-Buitenzorg
(Jakarta-Bogor) yang diresmikan pada 31 Januari 1873. jalur ini semula
milik NIS, tapi kemudian dibeli SS. NIS sendiri ketika membangun jalan
rel Semarang-Surabaya, melalui Gundih, Cepu dan Bojonegoro, tidak lagi
memakai lebar sepur 1435 milimeter, tapi menggunakan lebar sepur 1067
milimeter. Saat itu seluruh jalur kereta api di Indonesia mempunyai
lebar sepur (jarak antara rel) 1067 milimeter (kecuali di Aceh yang
menggunakan lebar sepur 750 milimeter). Namun jalan rel yang pertama di
Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta melalui Solo, tadinya
mempunyai lebar sepur 1435 milimeter (4 kaki 8 inchi), sama dengan lebar
sepur standar di Eropa Barat dan Amerika Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai invasi Jepang ke Indonesia tahun
1942-1945, rel-rel NIS / SS banyak dibongkar, terutama gauge 1435
milimeter, dipindah bangun ke Sumatera – dibangun rel dari Sumatra Barat
ke Riau – jalur rel sudah selesai dibangun namun Jepang sudah kalah
Perang Dunia II, sehingga rel itu belum pernah sempat terpakai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Secara umum penggambaran jaringan jalan rel yang ada pada masa lalu dapat disajikan pada gambar peta berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history6.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history7.jpg" /></div>
<div style="text-align: justify;">
<img border="0" src="http://indonesianheritagerailway.com/images/stories/02_berita_artikel/0202_artikel/history8.jpg" /></div>
<h2 class="art-PostHeader" style="text-align: center;">
</h2>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03008284188446698076noreply@blogger.com0